LARANTUKA, FLORESPOS.net-Kepala Desa Titehena, Kecamatan Solor, Kabupaten Flores Timur (Flotim), NTT, Damianus Basaopun Belang, S.Fil mendapat sorotan dari masyarakat karena memasuki 6 tahun akhir masa jabatan, kinerja kepemimpinannya tidak dirasakan masyarakat.
Tokoh masyarakat yang juga mantan Kepala Desa (Kades) Titehena periode 2011-2017, Rufus Rage Manuk mewakili suara masyarakat kepada Florespos.net di Titehena, Sabtu (11/3/2023) secara terbuka menyoroti lemahnya kepemimpinan Kades Basaopun Belang.
“Kepemimpinan pejabat Kades Titehena saat ini (Damianus Basaopun Belang-Red) tidak menunjukkan dinamika perubahan pembangunan fisik desa dan potensi pemberdayaan tidak dirasakan masyarakat. Kades hanya pintar bicara namun praktik penyelenggaraan pemerintahan desa dalam masa jabatan 6 tahun terakhir tidak mendapat simpati masyarakat,” kecam Rufus.
“Saya bicara terbuka dan tolong dimuat di media. Kades Titehena saat ini hanya pintar omong tapi praktik nol. Selama masa jabatan 6 tahun terakhir penyelenggaraan Pemerintahan Desa Titehena tidak menyentuh dinamika pembangunan fisik desa”.
“Pengelolaan Dana Desa untuk Bidang Pemberdayaan Masyarakat juga sangat lemah karena tidak dirasakan masyarakat. Kekurangan air bersih dihadapi masyarakat karena sumur bor yang diadakan dari sumber Dana Desa ratusan juta rupiah, kini mubazir tidak dimanfaatkan. Kelemahan bidang pemerintahan, kades dinilai tidak patuh terhadap amanah Undang-Undang Desa dan Permendagri tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Aparatur/Perangkat Desa”.
“Hal pengelolaan keuangan desa juga terkesan pertanggung jawaban tidak transparan karena sudah 5 tahun jabatannya sampai dengan tahun 2023 tidak ada penyampaian Laporan Keterangan Pertanggung jawaban (LKPj) atau Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LKPPD). Kades raih rapor merah. Masyarakat tidak simpati kinerja kades seperti itu,” tandas Rufus berkali-kali.
Rufus mengungkapkan, pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2018 dalam kegiatan bidang pembangunan fisik rabat jalan/lorong desa terkesan tidak terbuka.
Pelaksanaan fisik pembangunan rabat lorong desa yang dialokasi dalam APBDes Titehena harusnya volume panjang jalan 500 meter namun realisasi fisik hanya 200 meter. Laporan realisasi anggaran pembiayaan rabat jalan, juga tidak transparan.
“Terkait pengelolaan anggaran rabat jalan desa, saya tanyakan dalam forum rapat LKPj 2018 Kades Titehena yang dihadiri BPD dan seluruh masyarakat, namun jawaban kades sangat mengambang”.
“Menurut kades menanggapi pertanyaan saya tentang penetapan volume panjang jalan dan alokasi anggaran, diakui telah terjadi kekeliruan pengetikan angka dalam postur APBDes 2018. Kok bisa salah catat atau ketik APBDes sebagai dokumen resmi pemerintah? Saya waktu itu pertanyakan untuk kepentingan apa sisa lebih anggaran atas pengurangan volume jalan tersebut? Tidak dijawab terbuka,” sorot Rufus.
Soal pemanfaatan 3 unit sumur bor yang ada di Desa Titehena, Rufus mengaku Pemdes Titehena secara fakta sedang menelantarkan aset desa sumur tersebut termasuk 1 unit sumur bor yang berlokasi di depan rumah Rufus. Faktanya sumur bor jarang dimanfaatkan dengan alasan pulsa meteran.
Masyarakat Titehena selama ini hanya bergantung pada air yang disalurkan melalui jaringan pipa dari sumber mata air Waidoko di Kampung Tanaedang, Desa Lamaole. Air pipa itu dimanfaatkan sejak dulu dan distribusi setiap pagi dan sore. Masyarakat tidak cukup air kebutuhan setiap rumah tangga.
Dalam hal perekrutan perangkat desa, menurut Rufus, Kades Titehena telah melanggar Peraturan Pemerintah atas karena ada perangkat desa yang secara legalitas memiliki ijazah tidak layak bahkan ada yang sudah melampaui batas usia kerja sebagai perangkat yakni 60 tahun, namun belum juga diganti.
“Perekrutan perangkat desa sudah langgar peraturan dan sudah pasti ada dampak hukum yakni negara dirugikan karena menerima secara tidak sah tunjangan tetap atau gaji dari sumber keuangan negara yakni Alokasi Dana Desa (ADD). Kalau pelanggaran seperti ini, kades mesti bertanggung jawab secara hukum lantaran mengabaikan amanah Undang-Undang Desa. Negara dirugikan karena uang negara disalurkan salah alamat kepada perangkat desa yang tidak layak mengabdi,” ketusnya.
Konfirmasi Kades
Kepala Desa Titehena, Damianus Basaopun Belang yang dikonfirmasi Florespos.net, Senin (13/3/2023) menjelaskan, sumur bor di Titehena tidak ada yang mubazir. Selama ini diakui sumur tersebut dimanfaatkan masyarakat.
”Mungkin persoalan yang disampaikan berkaitan dengan air itu adalah sumur bor itu kami belum adakan jaringan pipa khusus. Sebenarnya jaringan sudah dibangun tahun 2020 tapi karena kondisi Covid-19, Dana Desa dialokasikan untuk penanganan dampak Covid-19. Dengan demikian Dana Desa belum bisa dialokasikan untuk pembangunan jaringan sumur bor. Tahun 2023 ini kami sudah anggarkan pembangunan jaringan pipa khusus sumur bor,” terang Basaopun.
Menjawab sorotan masyarakat perihal LKPj yang tidak pernah disampaikan di hadapan masyarakat selama 6 tahun jabatan kades, Basaopun mengaku pada tahun 2018 dan 2019 LKPj/LKPPD disampaikan di hadapan masyarakat dan BPD Titehena.
“Sedangkan LKPPD tahun 2020-2023 saya sudah siapkan dan pastikan segera disampaikan dalam tahun ini sebelum akhir masa jabatan saya. Saya akan sampaikan LKPPD kepada masyarakat melalui BPD Titehena,” janjinya.
Perihal kritikan tentang rabat jalan desa, menurut Kades Basaopun, anggaran rabat jalan tahun 2018 sebesar Rp335 juta dan pelaksanaan anggarannya Rp270 juta. Sisa anggaran rabat jalan di-silpa-kan ke tahun anggaran 2019 dan itu terlaksana.
“Terkait rabat jalan pada tahun 2018, kami mengalami kekeliruan dalam rancangan APBDes yakni kita salah cantumkan angka jumlah meter/volume dalam postur APBDes yakni 500 meter. Yang benar harusnya 200 meter. Rabat jalan tahun 2018 sudah saya lakukan LKPPD di hadapan masyarakat dan BPD dan diterima tanpa keberatan,” pungkasnya. *
Penulis: Frans Kolong Muda/Editor: Anton Harus