ENDE, FLORESPOS.net-Fladi Faliyenco F. Abubakar Pae, akrab disapa Bombi adalah salah satu alumni SMAK Syuradikara yang kini mengenyam pendidikan tinggi di Nanzan University Jepang.
Bombi dikirim oleh sekolah ke Jepang melalui program kerja sama SMAK Syuradikara dan Nanzan University pada tahun 2019 lalu.
Bombi adalah salah satu alumni dari 16 orang alumni yang dikirim melalui kerja sama tersebut. Saat ini Bombi sudah semester akhir dan tengah menyelesaikan skripsi di jurusan kebijakan internasional.
Ditemui Florespos.net, Senin (13/3/2023) pagi, saat berkunjung ke almamaternya, Bombi meluangkan waktu menceritakan sebelum ke Jepang dan saat kuliah di Nanzan University.
Bombi mengatakan, dia berangkat ke Jepang tahun 2019. Sebelum ke Jepang, ia mengambil waktu tiga bulan kursus bahasa Jepang di Indonesia. Namun saat kursus di Indonesia tidak maksimal maka ia melanjutkan di Jepang.
Dikatakannya, di Nanzan University, 95 persen menggunakan bahasa Jepang maka seluruh mahasiswa dituntut bisa berbahasa Jepang.
Pada enam bulan pertama, Bombi belajar bahasa percakapan sehari- hari. Setelah itu enam bulan berikutnya ia harus belajar bahasa untuk studinya.
Perbedaan Budaya di Kampus
Bombi mengatakan, sejak masuk kuliah di Nanzan University, ia langsung memilih jurusan studi kebijakan internasional. Alasan memilih jurusan ini karena suka dengan kerja atau program dari NGO.
“Saya suka NGO atau LSM. Saya belajar bagaimana NGO di dunia internasional bergerak membantu dan membangun negara – negara berkembang termasuk Indonesia,” katanya.
Bombi juga menceritakan, perbedaan budaya kuliah di Jepang dan Indonesia. Dikatakannya, di Jepang tidak ada budaya kekerasan seperti saat Ospek. Di sana, mereka sangat dihargai meskipun dari luar Jepang.
“Pertama saya masuk di sana tidak ada yang namanya kekerasan. Senior itu panggil kita dengan sebutan yang dia hormati dan mereka tidak lihat kita sebagai yunior,” katanya.
Budaya lain yang berbeda dengan kuliah di Indonesia yaitu saat skripsi. Di Jepang sangat terbalik dengan Indonesia. Dosen yang mencari mahasiswa, menawarkan bidang risetnya dan sosialisasi kepada mahasiswa untuk mengikuti.
Jika mahasiswa tertarik, maka dosen tersebut jadi pembimbing juga penguji. Di Jepang tidak ada sidang skripsi seperti di Indonesia.
“Di sana saat skripsi dosen yang cari mahasiswa. Dia akan sosialisasikan bidang risetnya dan kita rasa cocok maka kita ikuti. Setelah itu kita dibimbing dan tidak ada sidang skripsi. Setelah selesai tulis, dikoreksi dan sudah selesai maka dikirim ke University,” katanya.
Bombi mengatakan, dirinya beragama Muslim dan kuliah di Universitas Katolik tetapi merasa nyaman karena Jepang itu sangat menerima perbedaan.
Dia juga kadangkala merasakan suasana seperti di Indonesia saat berkumpul di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI). Selain kuliah, ia juga bekerja untuk biaya hidup dan living kos.
Sekolah Bangga
Kepala SMAK Syuradikara, Pater Stefanus Sabon Aran SVD mengatakan, sekolah bangga dengan cerita sukses alumni di Jepang. Dikatakannya bahwa mereka ini akan jadi referensi untuk pengiriman siswa selanjutanya.
Pater Stefanus Sabon Aran SVD mengatakan, kerja sama antara SMAK Syuradikara dan Nanzan University dimulai sejak tahun 2013 lalu. Hingga saat ini sekolah sudah mengirim 16 siswa studi di Nanzan University.
Dalam MoU itu, biaya kuliah mereka ditanggung oleh University. Mereka hanya menanggung biaya hidup dan itu hasil dari kerja part time. Mereka kuliah sambil bekerja.
“Pada tahun 2023 ini kami akan kirim dua siswa lagi. Kami senang karena mereka yang sebelumnya sudah sukses dan selesai. Mereka ini akan jadi referensi kami untuk kerja sama ini,” kata Pater Kepala Sekolah.*
Penulis: Willy Aran/Editor: Anton Harus