MAUMERE, FLORESPOS.net – Aksi demo terkait penuntasan kasus dugaan korupsi dana Belanja Tidak Terduga (BTT) yang dilakukanTim Jejaring HAM Sikka dihentikan lebih awal atau pada hari ketiga Rabu (1/2/2023), yang semula diagendakan selama lima hari hingga Jumat (3/2/2023).
Ini dua alasan utama aksi demo itu dihentikan sebagaimana dijelaskan Koordinator Lapangan Aksi itu, Siflan Angi yang juga Ketua Forum Peduli Atas Situasi Negara (Petasan) Sikka yang disampaikannya kepada media ini di Kantor Kejari Maumere, Rabu petang.
Pertama, pihak aktivis telah mendapatkan informasi resmi yang menyebutkan bahwa pada Rabu (1/2/2023) pukul 11.00 Wita surat keterangan perhitungan kerugian negara sudah ada. Wakil Gubernur sudah menyerahkan surat kepada Kepala Inspektorat Provinsi NTT dan selanjutnya diteruskan kepada utusan Kejari Sikka.
“Kami hentikan aksi untuk sementara. Kami tetap mengawal terus proses hukum asus BTT ini sampai ada penetapan dari kejaksaan untuk dua minggu ke depan. Kami tetap berpegang teguh dengan pernyataan Kajari bahwa tersangka tidak hanya satu dua orang, tetapi lebih dari lima orang. Kalau Kajari tetapkan hanya 2-3, kami duduki lagi Kantor Kejari Sikka,” kata Siflan.
Kedua, kegiatan penyerahan laporan pemeriksaan khusus Perhitungan Kerugikan Negara/Daerah atas dana Bantuan Tanggap Darurat Penanganan Tanggap Darurat Covid-19 di Kabupaten Sikka Tahun Anggaran 2021 dari Plt. Inspektur kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Sikka atau yang mewakili telah dilakukan.
Kritik Kinerja Aparat Penegak Hukum
Media mencatat, dalam aksi demo hari ketiga itu, sejumlah orator yang menyampaikan orasi di Halaman Kantor Kejari Sikka. Di antaranya Ketua Majelis Antar Tarekat Religius (Madridis) Keuskupan Maumere RP. Dr. Inosensius Ruben Hetu, CJD (Canonik Reguler dari Jesus Tuhan) atau Kongregasi Agustinian; Ketua Forum Peduli Atas Situasi Negara (Petasan) Siflan Angi yang juga Koordinator Lapangan Aksi; Ketua BaPikir John Bala, pemerhati masalah hukum, Victor Nekur, S.H., Animator JPIC Komunitas SSpS Maumere Sr. Fronsi, SSpS; Sekretaris BEM IFTK Ledalero, Fr. Paul Tukan, SVD; Perwakilan Difabel Ambros Dan; Aktivis Lorens Ritan, dan Suster Carmelita Sareng, SSpS.
Ketua Madridis Keuskupan Maumere RP. Dr. Inosensius Ruben Hetu , CJD dalam orasinya antara lain menjelaskan seputar peran dan kehadiran gereja dalam kehidupan bernegara, khususnya termasuk peran gereja dalam kehidupan berpolitik dari aspek moral.
Inosensius menggarisbawahi, meskipun Gereja bukan institusi politik, tetapi peran dan kehadiran Gereja selalu memiliki muatan politis.
“Pertanyaannya, muatan politis macam apakah yang diemban Gereja Indonesia khususnya,” tanya RP. Inosensius.
Inosensius menggarisbawahi bahwa Gereja Katolik hadir bukan mengambil hak para politisi untuk duduk sebagai anggota DPR, duduk sebagai jaksa, duduk sebagai anggota Polri.
“Gereja Katolik hadir dan memainkan peran politik dalam kaitannya dengan kaidah moral,” katanya.
Saat ini, lanjut RP. Inosensius, Gereja hadir menyampaikan advokasi memberikan pernyataan politis.
“Artinya Gereja Katolik memberikan seruan dalam bidang moral. Semuanya berangkat dari kesadaran untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Apakah seruan profetis Gereja Katolik hanya terjadi pada momen advokasi hari ini?” tanya RP. Ino.
Inosensius dalam orasinya juga menyegarkan ingatan publik bahwa Gereja Katolik Indonesia telah hadir memperjuangkan nilai profetis yang bermuatan politis sebelum Indonesia diakui kemerdekaannya oleh negara lain.
“Negara pertama manakah yang mengakui kemerdekaan Indonesia kalau bukan adanya Gerakan Gereja Katolik yang melobi dunia Internasional. Tahukan Anda bahwa adalah seorang Uskup Mgr. Soegiyopranoto, SJ meminta negara Vatikan untuk segera mengakui kemerdekaan Indonesia. Jadilah Vatikan negara pertama di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Apakah itu bukan bermuatan politis? Muatan politis macam apakah oleh seorang biarawan ini?,” tegasnya.
“Beliau melakukan seruan moral Hei, kalian yang duduk di Vatikan, buka mata, buka hati, buka telinga. Lihat kami Gereja Katolik Indonesia ini. Kami butuh kemerdekaan. Kami butuh suaramu. Berserulah…berserulah. Jangan diam, jangan tidur. Di sini ada masalah. Cari solusi buat kami. Kami sudah berusaha . Tapi kami butuh bantuan Anda. Tidak usah disuapin, cukup sampaikan sepatah kami maka bumi Indonesia tercipta,” kata RP. Ino dengan lantang yang disambut aplaus aktivis yang hadir.
“Suara pertama itu emas. Suara pertama itu bermanfaat. Suara pertama bayi tanda kehidupan-ia menangis –tanda kemuliaan bersinar.Suara pertama untuk kemerdekaan Indonesia ini, bukan datang dari Mesir, bukan datang dari Iran, bukan dari Irak. Suara itu datang Negara Vatikan.
Tahukah Anda. Siapakah pencipta lagu Kebangsaan Indonesia?Bukankah Wage Rudolf Supratman telah memberi muatan politis? Bukankan ia telah berseru , kita Indonesia, kita satu, mari kita bangun bersama, singkirkan perbedaan. Itu terjadi karena ajaran Tuhan kita Yesus Kristus. Mengapa itu terjadi? Terjadi karena cinta,” kata RP. Inosensius berapi-api.
Menurut RP. Inosensius, cinta itu tidak hanya membangun, tetapi cinta itu yang meruntuhkan. “Tahukah Anda sebelum pendidikan, kesehatan, di bumi NTT hadir_leluhur kami yang disebut sebagai biarawan-biarawati telah melakukan gerakan moral bermuatan politis? Butakah kalian bahwa ada banyak sekolah, ada banyak poliklinik yang selama ini telah melahirkan anak-anak bangsa, bahwa politisi kenamaan kita Bapak Frans Seda terbentuk dari rahim Gereja Katolik? Kami telah hadir sebelum nama Indonesia diakui dunia.” katanya.
“Hai kalian yang berdasi, jika kalian anak-anak terang. Mari kita bicara bersama demi kebaikan bersama. Mari menata dan membangun , serta memberikan teladan. Kami hadir dalam ranah politik etis yang mendampingi (advocacy), memberdayakan (empowernment), dan solidaritas (solidarity) dengan meleladani Yesus Kristus.
Jika umat Katolik tidak terlibat dalam kehidupan politik atau ikut terlibat menyuarakan dan menegakkan moralitas dan spiritualitas Katolik maka Gereja harus merasa diri gagal dalam menjalankan misinya,” kata RP.Inosensius.
Surat Dari Nian Tana Sikka
Sementara Suster Carmelita Sareng, SSpS dalam orasinya membacakan refleksi kritis berjudul “Pelancong Berdasi Rupiah” (Surat dari Nian Tana Sikka).
“Pada kesempatan ini izinkan saya membacakan surat berjudul “Pelancong Berdasi Rupiah” kepada bapak kejaksaan dan tim,” kata Suster Carlemelita.
Inilah kutipan lengkap surat dari Nitan Tana Sikka yang dibacakan Suster Carmelita.
“ Pada pertengahan April tahun 2021, media dan surat kabar rajin membuat tulisan-tulisan panas bertajuk BTT. Semua orang bertanya-tanya tentang tulisan-tulisan itu sambil bercerita tanpa menuduh siap pun. Dalam situasi yang sangat khusyuk, muncul para “pelancong” yang berpergian ke tempat-tempat rupiah. Mereka memakai dasi bergambar rupiah, tangan mereka menggenggam erat surat-surat mentah sebagai wasiat untuk menipu orang-orang yang bertanya-tanya itu.
Di tempat lain muncul kelompok-kelompok siaga yang dipakai untuk mengantongi tanggungjawab, dan siap dipalu ketika ditanya tentang BTT dan perjalanannya. Mereka berpergian seperti pelancong, menetap di tempat yang tidak bertuan, dan menciptakan wasiat-wasiat panjang untuk menutupi ketamakan dan kejahatan para pemilik dasi.
Sekian banyak orang terus bertanya sambil menunggu kabar baik dari meja rumah ini (semoga inspektorat provinsi mendengar ini). Sebab di sana mereka selalu disapa sebagai yang adil dan yang tegas. Merekalah yang mengetahui rute perjalanan para pelancong berdasi itu.
Kepada seluruh warga bumi Nian Tana Sikka, hari ini kita akan mendengar dan melihat sikap pemimpin keadilan. Perlu kita ingat, bahwa tanah ini telah sekian lama memikul beban akibat ulah para pelancong berdasi rupiah.
Bapak kejaksaan yang terhormat, kami sudah sangat rindu menanti jawaban bapak tentang pelancong-pelancong berdasi yang bermain-main dengan kekuasaan. Mereka merampas hak yang bukan milik mereka, mereka memperkosa pendidikan budi pekerti yang dikejar bertahun-tahun sampai mereka menduduki bangku jabatan (banyangkan mereka sekolah setinggi langit tapi yang diproduksi adalah korupsi. Miris bukan?), mereka pelancong hebat yang bisa meraih gelar KORUPTOR.
Jika harapan kami ini tidak didengarkan, kepada siapa lagi kami percaya? Kami sangat yakin, bahwa saat ini para pelancong berdasi itu tertawa manja sambil melipat kaki seperti bos yang tidak tahu malu! (mungkin lagi menikmati nasi babi dengan sisa uang korupsi).
Bapak kejari Sikka yang terkasih, terima kasih karena sudah mengabdi di nian tana sikka ini, tetapi ingat bapak para pemimpin kami saat ini punya hobi yang sama, yaitu menjadi pelancong rupiah. Kami takut bapak juga tergiring di dalamnya, untuk melakukan perjalanan misi pencurian uang rakyat. Toh perempuan lemah saja bisa dijadikan tumbal koruptor..hebatkan para pelancong berdasi rupiah itu?…(ya jelas hebat) itu pesan kami yang pertama untuk bapak.
Pesan yang kedua, kejaksaan yang terhormat, kami sudah terbiasa dengan janji-janji. Janji pemimpin kami itu seperti lampu lalu lintas. Saat lampu merah menyala mereka berhenti untuk mengucapkan janji, setelah itu pergi tanpa kabar saat lampu hijau. Jadinya pemimpin lintas sambil lalu (sama kan seperti pelancong)!.
Jadi bapak kejaksaan yang terhormat segera mungkin tetapkan para pelancong berdasi itu sebagai pencuri. Ingat selalu bapak, hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas, buktikan kalau bapak dan tim bisa.”
Sedangkan Ketua BaPikir John Bala pada kesempatan ini antara lain menegaskan bahwa kepentingan aktivis HAM untuk melakukan aksi untuk memberantas korupsi dan membebaskan umat dari kemiskinan, penderitaan, dan penindasan.
“Kami siap berkoalisi dengan siapa saja yang sama dalam metodologi, cara dan tujuan (kepentingan). Juga dengan orang-orang yang oleh orang-orang bersih dianggap berdosa itu.
Dalam demokrasi liberal ini, lanjut John Bala, transaksi adalah keniscayaan.
“Karena itu, kami tahu bergerak seperti ini selalu mendapatkan tantangan. Tantangan dari kaum pragmatis produk transaksi itu yang paling utama. Tantangan seperti bukan karena banyaknya orang bersih, tapi karena terlalu banyak orang yang merasa jaringan kepentingannya terancam.”
“Kami tahu tantangan akan selalu dan tetap ada. Dia akan selalu dinamis. Tetapi kalau kami tetap di sini , maka satu waktu kami akan dan harus menerima mereka yang menentang hari ini sebagai sahabat seperjuangan karena telah berubah menjadi korban KKN dan transaksi politik,” kata John Bala.
Sementara beberapa orator lainnya di antaranya Ketua Forum Petasan Siflan Angi yang juga Koordinator Lapangan Aksi; pemerhati masalah hukum, Victor Nekurs, S.H., Animator JPIC Komunitas SSpS Maumere Sr. Fronsi, SSpS; Sekretaris BEM IFTK Ledalero, Fr. Paul Tukan, SVD; Perwakilan Difabel Ambros Dan; dan aktivis Laurens Ritan dalam orasinya selain menyoroti kinerja aparat penegak hukum yang dinilai lamban tangani kasus dugaan korupsi dana BTT, mereka juga mengeritik oknum-oknum warga Kabupaten Sikka yang menilai minor atas peran aktif biarawan biarawati yang terlibat aktif dalam aksi demo selama tiga hari di Kantor Kejari Sikka itu.
Diberitakan media ini sebelumnya, para suster dari pelbagai kongregasi, pastor, dan aktivisi jejaring HAM di Kabupaten Sikka melakukan aksi demo lanjutan yang mendesak aparat penegak hukum khususnya Kajari Maumere untuk segera menetapkan tersangka yang paling bertanggung jawab di balik kasus dugaan korupsi dana Belanja Tidak Terduga (BTT) yang dikelola Kantor BPBD Kabupaten Sikka di Kantor Kejari Sikka, pada Selasa (31/1/2023).
Dalam aksi pada hari kedua, para aktivis tidak saja melakukan orasi, tetapi juga juga mereka membentangkan sejumlah poster/spanduk yang juga meminta Kajari untuk segera menetapkan tersangka dugaan korupsi dana BTT dimaksud.
Pantauan media ini, Selasa (31/1/2023), beberapa suster, dan beberapa aktivis HAM memasang beberapa poster/spanduk di Pagar Kantor Kejari Maumere yang antara lain rumusan tulisannya demikian “Menuntut! Kejaksaan Maumere Segera Tetapkan Tersangka Korupsi BTT; Cukup Cintaku kandas, KASUS KORUPSI JANGAN; Kejaksaan Bukan Tempat Jual Beli Hukum; Tangkap Tikus Kantor Kabupaten Sikka #BTT# BPBD; dan Disuapin Istri, Ok; Disuapin Koruptor Korupsi No #BTT. Dalam tulisan terakhir ini juga dipasang dua gambar lembaran rupiah.
Sementara beberapa orator di antaranya Ketua Forum Peduli Atas Situasi Negara (Petasan) Kabupaten Sikka Siflan Angi yang juga Koordinator Tim Jejaring HAM Sikka; Ketua BaPikir John Bala; Staf JPIC Provinsi SVD Ende, RP. Marsel Vande Raring, SVD; dan Sekretaris DPK PRIMA Lorens Ritan dalam aksi demo pada Selasa, secara bergantian menyampaikan orasi yang antara lain mendesak Kajari Sikka dan aparat penegak hukum untuk serius menuntaskan proses hukum kasus dugaan korupsi dana BTT Tahun Aggaran 2021; segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dana BTT yang dikelola BPBD Sikka; dan mereka terus menyuarakan agar aparat penegak hukum dalam menangani kasus korupsi seadil-adilnya, jangan hanya tajam ke bawah, dan tumpul ke atas. “Kami minta agar Kajari Sikka segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dana BTT dan menahan semua pihak yang bertanggung jawab di balik kasus ini,” pinta Siflan Angi.
Kritik Lewat Lagu dan Puisi
Disaksikan media ini, para aktivis yang melakukan aksi demo di Kantor Kejari Sikka pada Selasa (31/1/2023) tidak saja menyoroti kinerja aparat penegak hukum melalui orasi dan bentangan spanduk atau poster yang berisikan sorotan pedas terhadap kinerja aparat penegak hukum, tetapi mereka yang hadir juga menyampaikan kritikan dengan cara mendendangkan lagu-lagu yang menyoroti kinerja aparat penegak hukum, lagu-lagu rohani; dan membaca puisi.
Disaksikan media ini, sejumlah aktivis mendendangkan beberapa nomor lagu. Ketua BaPikir John Bala membawakan lagu berjudul “Indah RencanaMu Tuhan”. Staf JPIC Provinsi SVD Ende, RP. Marsel Vande Raring, SVD mendendangkan lagu berjudul “Bunyikan Suara Hati”. Beberapa suster di antaranya Sr. Ana Fernanda G. Tolok, SSpS, Sr. Anselma G. Roma, SSpS; dan Sr. Selfiana Maria Beoang, SSpS membawakan beberapa nomor lagu di antaranya “Ku Tak Dapat Jalan Sendiri”, Yesus Juru Mudorupsiiku; dan Di Tengah Ombak. Sementara, Fr. Ando Sola, SVD membawakan beberapa nomor lagu yang mengeritik ketidakadilan dan praktik penanganan korupsi.
Sedangkan dalam aksi demo di hari perdana pada Senin (30/1/2023), Animator JPIC Komunitas Kongregasi SSpS Maumere, Sr. Fronsi, SSpS membacakan puisi karyanya sendiri yang berjudul Nian Sikka Mengincar.*
Oleh:Wall Abulat