LABUAN BAJO, FLORESPOS.net-Tu’a Gendang (fungsionaris adat) Watu Weri, Desa Repi, Kecamatan Lembor Selatan, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT), Bonevasius Jumor memimpin pemusnaan tanaman pisang di desa tersebut sebagai upaya pengendalian terhadap penyakit darah/layu bakteri yang menyerang tanaman pisang setempat.
Gerakan pengendalian (gerdal) terhadap penyakit darah yang mewabahi pisang di Desa Repi berpusat di ladang pisang milik Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Tarsisius Randong, di Lingko Cewo Kaka, Kamis (26/1/2023).
Menurut Jumor, pisang adalah sumber kehidupan warga Repi khususnya. Karena itu masyarakat harus mendukung upaya pemerintah mengendali penyakit layu bakteri, khususnya upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mabar melalu Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP).
Kepala Dinas (Kadis) TPHP Mabar, Laurensius Halu, pada kesempatan yang sama mengatakan, hingga saat ini obat kimia untuk membasmi penyakit darah pisang atau layu bakteri belum ada.
Salah satu solusi menekan laju tular layu bakteri yakni melakukan gerdal dengan cara eradikasi atau pemusnahan pohon pisang dari akar-batang-daun dan buah/jantung pisang.
Terkait ini sangat perlu sikap gotong royong/kerja sama dan sama-sama kerja semua komponen masyarakat. Kolaborasi pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda dan lain-lain.
“Dan sehubungan dengan gerdal penyakit darah pisang oleh masyarakat, Desa Repi jadi contoh pertama di Mabar,” kata Kadis Halu.
Penyakit darah pisang atau layu bakteri di antaranya tular melalu udara dan peralatan seperti parang yang bekas potong pisang yang sudah terkontaminasi layu bakteri, beber Kadis Halu.
PPL Randong di tempat yang sama mengatakan, penyakit darah pisang masuk Desa Repi sejak Juli 2022. Ditengarai semua tanaman pisang di desa tersebut sudah terkontaminasi layu bakteri, kecuali pisang darah dan pisang susu.
Sedangkan pisang kepok dan pisang hijau sudah kena layu bakteri. Pernah coba diatasi dengan fungisida jenis furadan tapi tidak mempan, gagal total. Layu bakteri tularannya terus melaju, ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, petani setempat Petrus Sinar mengungkapkan, seumur hidupnya baru kali ini ia merasakan ada penyakit pisang.
“Saya sudah umur enam puluh tahun lebih. Tapi baru sekarang ada penyakit pisang. Bahaya. Ini bisa lapar karena kami makan pisang,” kata Sinar.
Sinar menambahkan, sejauh ini mereka tidak memakan buah dan jantung pisang yang sudah terkena penyakit darah. Daun dan batang pisang yang juga terkontaminasi layu bakteri tidak diberikan kepada ternak, babi, sapi dan lainnya.
“Kita takut. Jangan sampai bahaya. Orang bilang begitu,” tutur Sinar.
Pada kesempatan yang sama Koordinator POPT-PHP Petugas/Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman/Pengamat Hama dan Penyakit Dinas TPHP Mabar, Vitalis Anselmus Syukur menghimbau warga untuk tidak mengkonsumsi pisang yang sudah terkena penyakit darah, termasuk tak dijadikan pakan ternak. Penyakit darah pada pisang disebabkan oleh bakteri dan jamur, katanya.
Syukur pun mendemontrasi cara mengendalikan penyakit darah/layu bakteri dihadapan petugas dan masyarakat. Cara yang diajar antara lain dengan injeksi menggunakan fungisida minyak tanah, gali parit di sekitar pohon/rumpun pisang, lalu parit diisi penuh kembali dengan arang sekam, pemusnaan/eradikasi pohon-pohon pisang yang sudah terkena layu bakteri atau penyakit darah.
Hadir ketika itu antara lain Fransiskus S.Juru (Kepala Bidang Penyuluhan dan Proteksi Tanaman pada Dinas TPHP Mabar), dan Nasarius Natar (Kepala Bidang Hortikultura dan Perkebunan pada Dinas TPHP Mabar). Kegiatan tersebut (gerdal penyakit darah pisang) diawali dengan acara adat.
Dilansir media ini sebelumnya, Wakil Bupati Mabar, Yulianus Weng, menghimbau masyarakat setempat tidak mengkonsumsi pisang layu bakteri. *
Penulis: Andre Durung / Editor: Wentho Eliando