ADALAH Doktor Paul Edmundus Talo, pegiat pariwisata asal Kabupaten Ngada yang selama ini berdomisili di Denpasar, Bali punya perhatian serius terhadap pengelolaan dan pengembangan pariwisata di Kabupaten Ngada.
Ia pun merasa bangga dengan upaya serius yang sudah dan sedang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ngada saat ini dalam bidang pariwisata.
Ditemui Flores Pos Net di Kantor Floresa Tour Denpasar akhir November 2022 lalu, Paul Talo begitu Doktor Paul Edmundus Talo akrab disapa bicara banyak soal pengelolaan dan pengembangan pariwisata khususnya di Kabupaten Ngada.
Menurutnya, berbicara pariwisata berarti bicara hal yang sangat kompleks mulai dari manusia, obyek/daya tarik wisata, sarana-prasarana pariwisata, promosi pariwisata dan infrastruktur pariwisata.
Bagi peraih gelar doktor bidang pariwisata ini, faktor paling utama dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata, adalah manusia itu sendiri.
Paul Talo mengatakan, pengelolaan dan pengembangan pariwisata, tanpa pemahaman yang benar oleh manusia itu sendiri, maka sia-sialah perjuangan itu.
Ia mencontohkan, pariwisata di Bali bukan saat Indonesia merdeka. Namun telah ada sejak zaman Belanda. Ketika Belanda masuk pertama kali ke Pelabuhan Sunda Kelapa pada abad 18 pada tahun 1785.
Kehadiran kapal yang berisikan orang-orang asing yang hebat dibawa pimpinan Cornelis de Hautman juga tertarik akan keindahan Pulau Bali. Pada tahun 1910, Belanda datang lagi untuk melihat keindahan Pulau Bali dan manusia asing juga manusia Bali.
Travel pertama kali di Bali hadir pada tahun 1910 dan berkembang hingga tahun 1828 sehingga pada tahun-tahun tersebut sudah ada wisatawan berdatangan ke Bali. Kondisi ini tidak seperti yang dialami di Pulau Flores kala itu yang masih belum mengenal Pariwisata.
Pada tahun 1935, masyarakat Ubud di Bali sudah membangun Losmen. Sementara di Kabupaten Ngada baru ada losmen pada tahun 1975, Raja Bajawa kala itu, Siwemole sempat menjadikan rumahnya sebagai Losmen dengan nama Sina Zia. Saat itu, ia mengantar 3 orang asing di penginapan itu.
Buat “Kerasukan Pariwisata”
Pariwisata adalah bisnis. Dimana ada sejumlah orang yang memikirkan adanya pemasukan dari sektor Pariwisata. Layanan yang baik seperti keramahan merupakan kekuatan pariwisata dan harus dilakukan pendampingan oleh Dinas Pariwisata. Dinas Pariwisata sebagai leading mesti rajin turun ke desa-desa memberikan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya pariwisata.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Ngada, tidak hanya membuat festival seperti Festival Wolobobo. Karena turis hadir kebetulan dia datang berlibur, namun harus sebaliknya, yaitu datang karena ada festival. Kalau saat ini telah muncul homestay, namun di Moni sudah lama hadir dan Ngada harus terus dikembangkan.
Paul Talo yang pernah bergelut di bidang Politik yakni PDIP dan juga pernah menjadi Calon Wakil Gubernur berpasangan dengan Eston Foenay ini mengatakan, Ngada dengan sejumlah kebudayaan peninggalan leluhur, seperti Ngadhu, Bhaga, Ture dan lainnya adalah modal.
Membangun Pariwisata di Kabupaten Ngada tidak hanya dengan pemikiran seorang Kepala Dinas Pariwisata saja, namun harus dengan melibatkan ahli yang paham dan meneliti tentang pembangunan Pariwisata.
Penelitian Pariwisata dengan tim yang memahami ilmunya masing-masing perlu dilakukan. Studi Pariwisata merupakan hal penting yang perlu dilakukan pemerintah agar membangun Pariwisata tidak asal jadi.
Kalau saat ini Pemerintah Kabupaten Ngada menjadikan Pariwisata sebagai jalan emas mencapai kesejahteraan maka pilihan yang penting adalah memberikan kesadaran kepada masyarakat. Mulai dengan apa yang disebut “Sapta Pesona” masyarakat perlu diberikan pemahaman akan pentingnya pariwisata.
“Sadarkan dulu masyarakat agar ada satu kesepahaman akan pentingnya pariwisata,” ungkap Paul Talo.
Maka dari itu, menurut Paul Talo, manusia Ngada harus dibuat “kerasukan pariwisata”. Manusia Ngada termasuk seluruh komponen dalam Pemerintah Daerah harus secara terus menerus dan secara massif diakrabkan dengan kerinduan akan kemajuan pariwisata itu sendiri.
Jaga dan Pertahanan Keaslian
Selanjutnya, kata Paul Talo, destinasi wisata yang ada di Kabupaten Ngada dan Flores umumnya, harus dijaga, dilestarikan dan dipertahankan keaslian sehingga membuat wisatawan betah. Daya tarik wisata harus pula dijelaskan arti atau makna yang baik dan benar.
Selain itu, Pemerintah mempunyai tugas memperbaiki infrastruktur sehingga akses ke tempat pariwisata bagus.
Kuat Promosi
Paul Talo mengatakan, promosi menjadi kunci agar destinasi/obyek wisata Kabupaten Ngada dikenal lebih luas. Untuk pengembangan Pariwisata, Pemerintah Kabupaten Ngada dibawah Kepemimpinan Bupati Andreas Paru dan Wakil Raymundus Bena adalah Promosi.
Promosi mesti kuat dan dilakukan secara massif. Promosi melalui media, dan menggelar berbagai kegiatan wisata seperti festival. Festival yang dilakukan di Kabupaten Ngada dan disaksikan oleh orang Ngada sendiri, maka hasilnya tidak akan maksimal. Menghadirkan peserta festival tidak hanya masyarakat Ngada namun masyarakat daerah lainnya.
“Bisa undang orang Nagekeo atau Manggarai Timur untuk terlibat menampilkan budaya mereka. Tidak hanya datang jual kain adat. Orang Boawae atau Mauponggo yang datang pasti ada dampak ekonomi,” katanya.
Festival semakin sering dilakukan semakin baik. Namun bisa berpindah-pindah tempat dengan kemasan khas yang menarik. Dicontohkan Pekan Budaya Bali diikuti orang dari Solo. Ngada tidak akan dikenal bila tertutup.
Memperkenalkan satu destinasi untuk menarik wisatawan harus dilakukan secara menyeluruh dengan menggandeng wilayah lain karena Pariwisata Kabupaten Ngada tidak bisa berjalan sendiri namun Flores pada umumnya.
“Ngada bisa menjadi motor penggerak Pariwisata Flores yang mana pernah digagas,” tambahnya
Bangun Sekolah Khusus Pariwisata
Selain itu, berkaitan dengan manusia pariwisata, kata Paul Talo, Kabupaten Ngada perlu segera menghadirkan Sekolah Tinggi Pariwisata. Niat mendirikan sebuah perguruan tinggi Pariwisata sejatinya sudah pernah digagasnya dan diusulkan melalui Yayasan Persekolahan Umat Katolik Ngada (Yasukda). Usulan pembukaan Sekolah Tinggi Pariwisata Katolik yang saat itu diberi nama Yohanes Paulus XXIII Flores.
Paul Talo menceritakan, terkait dengan pendirian sekolah tinggi pariwisata itu, Ketua Yasukda kala itu, RD Daniel Aka datang ke Denpasar bertemu dirinya. Semua berkas telah selesai dikerjakan dan menunggu proses perizinan. Namun gagal karena berbagai pertimbangan, salah satunya Yasukda telah memiliki Sekolah Tinggi Pertanian Flores Bajawa (STIPER-FB).
Menurutnya, Sekolah Tinggi Pariwisata sangat penting hadir di Kabupaten Ngada dan cikal bakal bisa dengan menaikkan status STIPER-FB menjadi Institut atau Universitas. Di dalamnya, ada jurusan Pariwisata.
Pendasaran lainnya, Propinsi NTT khususnya Pulau Flores kekayaan alam flora dan fauna budaya suku bahasa kampung dan rumah adat juga tenun ikat serta lingkungannya telah ditetapkan menjadi salah satu destinasi pariwisata di Indonesia.
Konsekuensi dari penetapan itu, maka pemerintah dan masyarakat di NTT khususnya Pulau Flores berkewajiban untuk mempersiapkan sumber daya manusia pariwisata yang akan berperan dalam membangun pariwisata di kawasan tersebut.
Di beberapa universitas di Pulau Flores, bahkan di NTT belum membuka program studi Pariwisata sementara jurusan pariwisata untuk tingkat sekolah menengah kejuruan telah cukup banyak hadir di NTT maupun Flores.
Pariwisata merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan terapan yang darinya lahir orang-orang terampil yang siap dipekerjakan. Pariwisata menjangkau belahan dunia sehingga output Sekolah Tinggi Pariwisata sangat terbuka lebar bekerja di berbagai daerah dan negara lain.
Pada 25 Agustus 2014, ketika bersama Romo Danial Aka, Ketua Yasukda di Bali niat tinggal menunggu waktu. Tidak ada salahnya saat ini kembali diperjuangkan baik oleh pemerintah maupun oleh Yayasan. Tamatan Sekolah Tinggi Pariwisata tidak diharapkan menjadi seorang pegawai negeri namun mereka menjadi enterpreneur di bidang Pariwisata.
Tahun 2012, bersama mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ngada, Petrus Tena juga pernah berniat bersama membangun Sekolah Tinggi Pariwisata. Namun tidak terwujud, walapun telah bolak-balik ke Jakarta bersama almarhum Felix Pullu lewat Yayasan Widya Flores. Saat itu ada tiga jurusan yang diperjuangkan, yakni Perhotelan, Manajemen, Pariwisata.
Akhirnya, kata Dosen Pascasarjana pada Institut Pariwisata Bali dan Akademi Pariwisata ini, salah satu jalan untuk mengemas dan membangun pariwisata di Kabupaten Ngada maupun Flores pada umumnya adalah manusia melalui Sapta Pesona dan Pendidikan Tinggi.
Dan satu hal yang paling gampang dikerjakan untuk pengelolaan dan pengembangan pariwisata adalah melalui Kepala Dinas Pariwisata. Paul Talo, siap membantu perkenalkan kantor-kantor yang “menjual” Flores sehingga kegiatan kebudayaan masyarakat dapat disampaikan.*
Penulis: Wim de Rozari / Editor: Wentho Eliando