LABUAN BAJO. FLORESPOS.net – Sedikitnya 750 hektare (ha) hutan negara di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam hilang karena diokupasi oknum tertentu.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Mabar, Stefanus Nali, katakan itu menanggapi Florespos.net di Labuan Bajo baru-baru ini, terkait ancaman terhadap keberadaan hutan negara di Mabar, serta upaya penyelamatan. KPH Mabar adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kehutanan Provinsi NTT.
Diungkapkan, luas kawasan hutan negara di Mabar 72 ha. Dari angka tersebut, 295 ha lainnya diciut untuk TORA (progam tanah obyek reforma agraria). TORA merupakan program pemerintah demi penyelesaian konflik tanah dengan masyarakat.
Tanah di lokasi TORA sebelumnya milik masyarakat tetapi kemudian diambil Pemerintah. Akhirnya timbul konflik.
Untuk mengakhir konflik, Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Pusat (Pempus) memberi solusi TORA dengan sejumlah persyaratan. Diusulkan warga asli di lokasi TORA kepada Pempus, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Kemudian, dari ribuan hektare hutan negara itu juga, 750 ha di antaranya terancam hilang. Ratusan ha itu berada di RTK (Register Tanah Kehutanan) 108 Nggorang Bowosi’e. Itu akibat okupasi oknum-oknum tertentu. Kasusnya kini dalam proses hukum, ungkap Stef Nali.
Sehubungan dengan kasus-kasus kehutanan di Mabar, pihak KPH terus melakukan penyelamatan. Misalnya soal perambahan, lahan kritis dan lain-lain, KPH melakukan reboisasi dan sebagainya.
Ditambahkan, ancaman hutan terbesar di Mabar tahun-tahun terakhir yakni okupasi hutan di Kecamatan Komodo, termasuk di Labuan Bajo ibu kota Mabar yang sekaligus kota Kecamatan Komodo. Sedangkan di kecamatan lain dominan kasus perambahan oknum tertentu, kata Stef.
Secara terpisah Wakil Bupati (Wabup) Mabar, Yulianus Weng, membenarkan kasus okupasi 750 ha hutan di RTK 108 Nggorang Bowosi’e, dan sekarang dalam proses hukum. Pemerintah komit melestarikan hutan setempat, ungkap mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai tersebut.*
Penulis: Andre Durung/Editor:Anton Harus