Mata Kering: Masalah Baru di Era Pandemi

- Jurnalis

Jumat, 16 Desember 2022 - 11:28 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PANDEMI Covid-19 sudah berhasil kita lewati. Tetapi, apakah masalahnya benar-benar selesai? Belum tentu. Covid-19 merupakan pukulan bagi dunia kita. Kita semua dituntut untuk bisa memasuki kebiasaan baru atau new normal, yaitu selalu memakai masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak.

Ketiga hal ini tanpa disadari sudah merasuki kehidupan kita sehari-hari. Salah satu new normal, yakni menjaga jarak, membuat kita mengurangi aktivitas kita di luar rumah serta membatasi kita semua dalam bertatap muka secara langsung.

Sebaliknya, penggunaan media komunikasi spontan meningkat. Sekolah online, Work From Home, Meeting Online, hingga penggunaan gadget menjadi kebiasaan baru karena pembatasan aktivitas di luar rumah tersebut.

Hal ini tentu membantu dalam menekan angka penularan Covid-19. Namun, penggunaan sarana-sanara teknologi komunikasi juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan kita.

Dampak negatif yang dapat timbul jika media elektronik digunakan secara berlebihan adalah gangguan penglihatan. Salah satunya adalah mata kering.

Mata kering merupakan salah satu penyebab morbiditas okuler yang paling sering ditemukan, dan membuat pasien harus datang mencari pengobatan pada ahli mata.

Baca Juga :  Dampak Korupsi Terhadap Kualitas Barang dan Jasa

Mata kering juga termasuk salah satu gejala pada Computer Vision Syndrome (CVS). CVS adalah kumpulan gejala pada mata dan juga leher akibat penggunaan komputer atau layar monitor yang berlebihan.

Mata kering atau Dry Eye Syndrome (DES) adalah penyakit  multifaktorial pada air mata dan permukaan mata yang menimbulkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan film air mata dengan potensi kerusakan pada permukaan mata.

Mata kering pada dasarnya dapat disebabkan karena beberapa faktor, yakni faktor okular, penyakit sistemik, dan penyebab iatrogenik seperti obat-obatan atau karena operasi.

Penggunaan media elektronik yang berlebihan, pencahayaan dengan tingkat iluminasi tinggi, kelembaban yang rendah serta kondisi ruangan yang menggunakan air conditioner (AC) yang akan mengalirkan udara kering dengan aliran cepat dapat menyebabkan penguapan air mata menjadi meningkat.

Menatap terus menerus dan kurang berkedip saat menonton atau bermain game dengan menggunakan laptop atau gadget merupakan salah satu faktor penyebab mata kering.

Penggunaan media elektronik dapat menimbulkan stress berlebihan pada mata dan mengakibatkan kelelahan pada mata. Hal ini menyebabkan frekuensi berkedip berkurang sehingga pada akhirnya menimbulkan keluhan-keluhan penglihatan.

Baca Juga :  Penerapan E-Government di Indonesia Sebagai Upaya Minimalisir Korupsi

Dengan berkedip, permukaan mata dapat dilindungi oleh air mata. Air mata mengandung zat antimikroba. Air mata memiliki fungsi sebagai refraksi yang adekuat pada kornea, menjaga kelembapan permukaan kornea dan konjungtiva, memberi nutrisi pada kornea dan epitel konjungtiva, mencegah masuknya partikel asing yang dapat merusak kornea, dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme

Sindroma mata kering yang diakibatkan oleh penggunaan media elektronik dapat juga terjadi karena akumulasi banyaknya energi radiasi yang terserap oleh mata. Efek radiasi tersebut dapat menyebabkan timbulnya berbagai gejala seperti terasa berpasir, nyeri, fotosensitivitas, gatal, dan tidak nyaman.

Dry eye syndrome pada umumnya bersifat kronis dan dapat berulang, penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada mata yang tentunya akan mengganggu kehidupan kita sehari-hari.

Pencegahan terjadinya mata kering ini mudah, antara lain dengan mengurangi penggunaan gadget, perbanyak berkedip serta menggunakan filter pada permukaan layar laptop yang akan memantulkan ion radiasi sehingga yang terserap oleh mata hanya sebagian kecil.*

Oleh: dr. Maria Y.S. Pale Alu

Berita Terkait

OPINI PENDIDIKAN: 5 Kompetensi yang Harus Dimiliki Seorang Guru di Era Digital
Hari Filsafat Sedunia (Catatan Tentang Kebajikan yang Cerdas)
Merawat Demokrasi: Menang Kalah Harus Bermartabat
Melestarikan Budaya dan Lingkungan Lamaholot: Sinergi Kurikulum Lokal demi Keberlanjutan
Quo Vadis Kurikulum Merdeka Belajar dan Projek Profil Pelajar Pancasila: Menanti Kurikulum Baru Untung atau Buntung? (2/habis)
Quo Vadis Kurikulum Merdeka Belajar dan Projek Profil Pelajar Pancasila: Menanti Kurikulum Baru Untung atau Buntung? (1)
Solidaritas Kemanusiaan versus Urgensitas Manajemen  Kesiapsiagaan Bencana 
Mgr. Maksimus Regus: Gembala Pegiat Literasi, Kolumnis, dan Penulis Buku Andal
Berita ini 4 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 4 Desember 2024 - 08:59 WITA

OPINI PENDIDIKAN: 5 Kompetensi yang Harus Dimiliki Seorang Guru di Era Digital

Minggu, 1 Desember 2024 - 10:47 WITA

Hari Filsafat Sedunia (Catatan Tentang Kebajikan yang Cerdas)

Kamis, 28 November 2024 - 10:46 WITA

Merawat Demokrasi: Menang Kalah Harus Bermartabat

Selasa, 26 November 2024 - 18:31 WITA

Melestarikan Budaya dan Lingkungan Lamaholot: Sinergi Kurikulum Lokal demi Keberlanjutan

Kamis, 14 November 2024 - 21:40 WITA

Quo Vadis Kurikulum Merdeka Belajar dan Projek Profil Pelajar Pancasila: Menanti Kurikulum Baru Untung atau Buntung? (2/habis)

Berita Terbaru

Anak Tukang Ojek Raih IPK 4,0 di Universitas Flores

Nusa Bunga

Anak Tukang Ojek Raih IPK 4,0 di Universitas Flores

Sabtu, 7 Des 2024 - 08:16 WITA

Salah satu titik di kawasan wisata Batu Cermin Labuan  Bajo Mabar NTT yang sudah punya bangunan.

Berita Ende

Perlu Tempat Feeding Monyet di Batu Cermin Manggarai Barat

Jumat, 6 Des 2024 - 10:09 WITA