RUTENG, FLORESPOS.net – Keuskupan Ruteng ingin terus melanjutkan pastoral yang sungguh bergumul dengan kehidupan manusia zaman ini. Karena itu, tahun depan, program pastoral keuskupan fokus pada usaha ekonomi berkelanjutan.
Dalam surat gembala Natal 2022 yang kopiaannya diterima wartawan di Ruteng, Kamis (14/12/2022), Uskup Diosis Ruteng, Mgr. Sipri Hormat menyatakan terbuka tentang program pastoral tahun 2023. Program kerja tahun depan itu tidak lain tentang ekonomi berkelanjutan dengan tagline ‘Ekonomi SAE: sejahtera, adil, dan ekologis.
“Program ini tidak keluar dari kondisi riil umat dan dunia. Kondisi bergumulan itu, yakni suka-duka, harapan dan kecemasan manusia zaman ini. Secara global masalah ekonomi yang tidak baik menghantui dunia tahun depan,”katanya.
Dikatakan, dalam konteks itu, seluruh usaha ekonomi mesti terarah ke kesejahteraan masyarakat. Di sini, masyarakat tidak saja menjadi penikmat ekonomi, tetapi juga sebagai pelaku ekonomi yang inovatif dan kreatif.
Menurutnya, semua kegiatan ekonomi dari hulu ke hilir, dari permodalan, produksi, pemasaran hingga konsumsi mesti turut didesain, dilaksanakan, dan dikendalikan masyarakat sendiri.
Tetapi, demikian Uskup Sipri, kesejahteraan itu baru bisa tercapai bila distribusinya bagus, merata, dan semua orang, terutama yang lemah dan sengsara memperoleh akses yang sama dengan yang lainnya dan semua didorong untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi itu.
“Saya harapkan segala usaha untuk mengelola dan memanfaatkan alam demi kesejahteraan mesti dibarengi juga upaya merawat dan melestarikan lingkungan,” katanya.
Uskup Sipri mengatakan, hanya dengan ekonomi yang ekologis itu, bisa menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan bermanfaat untuk anak cucu di masa depan.
Sebelumnya seorang umat di Kota Ruteng, Yosef Ma mengatakan, usaha ekonomi di tingkat akar rumput itu sudah ada. Tetapi, yang selalu menjadi soal adalah pemasaran dan kualitas, kesinambungan produksi, dan lain-lain.
“Dengan tahun pastoral Ekonomi SAE, kita harapkan banyak beri edukasi masyarakat paling bawah mulai kualitas produk, dan ketidakputusan produksi. Dan, kiranya pemasaran bisa diatur lebih agar tidak dipermainkan para calo dan tengkulak,”katanya. *
Penulis: Christo Lawudin/editor: Anton Harus