LABUAN BAJO, FLORESPOS.net – Desa Golo Mori ada di ujung selatan Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa ini berhadapan dengan laut Sawu dan Taman Nasional Komodo (TNK) Mabar.
Golo Mori mendadak sohor belakangan. Pembangunan infrastruktur jalan, jembatan menuju desa tersebut terus digempur. Lebar jalan yang sedang dikerja/dihotmix 23meter. Panjang ruas ini 21 kilometer (km), dari Labuan Bajo hingga Golo Mori.
Jor-joran pembangunan jalan dan jembatan sepanjang ruas ini dilakukan usai Pemerintah Pusat (Pempus) menetapkan wilayh Labuan Bajo-Golo Mori bagian dari kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN). Golo Mori pun jadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan disulap megah.
Pembangunan yang sedang berlangsung di kawasan ekonomi khusus itu antara lain hotel-hotel elit berkelas dunia. Konon ASEAN SUMMIT 2023, Indonesia sebagai tuan rumahnya, dan lokus kegiatan internasional tersebut di KEK Golo Mori, 21 km arah selatan Labuan Bajo ibu kota Mabar.
Dibalik kegemerlapan KEK yang tengah dibangun itu, tak sedikit warga Desa Golo Mori menaruh asa kepada Pempus dan Pemkab Mabar. Harapan mereka juga tak muluk-muluk, cuma seputar pembangunan infrastruk dasar, pemenuhan kebutuhan pokok. Antara lain air bersih, listrik, jalan serta jembatan di luar lingkaran KEK.
Anwar, penduduk Kampung Jati Baru, Desa Golo Mori mengatakan, mereka masih kesulitan penerangan. Ia ungkap itu ketika berbincang dengan Florespos.net di Golo Mori belum lama berselang.
Untuk penerangan, kata dia, ada rumah warga yang pakai panel surya/listrik tenaga matahari. Ada yang andalkan genset. Dan ada pula yang menggunakan penerangan seadanya. Semua penerangan itu punya batas waktu, tidak 24 jam, disamping untuk hemat biaya.
Ada air bersih. Tapi keluar di kran warga tidak besar karena pipa kecil. Sehingga ada titik-titik tempat tinggal penduduk tertentu di Golo Mori tetap menjadi langganan krisis air bersih. Apalagi kalau musim kemarau, parah. Mau tak mau konsumsi air kali. Sementara pada aliran air di sungai/kali yng sama merupakan tempat kerbau berkubangan.
Kemudian, sampai sekarang jalan menuju Ceremba-Naga-Lo’ok dan area lain di wilayah itu hingga tembus Werang Kecamatan Sano Nggoang-Mabar dan Nangabere Kecamatan Lembor Selatan Mabar via Kampung Jati Baru belum dihotmix, jalan tanah, batu-batu, masih rintisan, kondisinya sangat parah.
Jembatan Tiwu Nara di bibir Kampung Jati Baru belum dibangun. Kalau musim kering kendaraan masih bisa lewat, tapi kalau musim hujan tidak bisa karena banjir.
Dimohon kepada Pempus maupun Pemerintah Provinsi NTT dan Pemkab Mabar agar cepat atasi semua persoalan tersebut.
Anwar berharap PLN segera masuk Golo Mori supaya penerangan bisa 24 jam. Pipa air bersih untuk penduduk setempat juga diharapkan diganti dengan pipa besar.
Jalan menuju Kampung Jati Baru dan seterusnya segera dihotmix. Lintasan itu bagian dari jaln poros selatan Mabar Flores. Ruas tersebut tembus Nangabere hingga perbatasan antara Kabupaten Manggarai dan Mabar di timur selatan Lembor Selatan.
Asa lain Anwar yakni segera bangun jembatan Tiwu Nara supaya lalulintas kendaraan, barang dan manusia menuju Kampung Jati Baru dan seterusnya lancar.
Tak hanya pada musim kemarau/kering, tetapi di musim hujan juga. Udin, penduduk Desa Golo Mori yang lain juga menaruh asa serupa kepada Pempus maupun Pemprov NTT, tidak terkecuali Pemkab Mabar.
Wakil Bupati Mabar, Yulianus Weng, menanggapi media ini di Labuan Bajo, mengatakan, yang disampaikan Anwar dan warga Golo Mori yang lain jadi atensi Pemerintah. Namun semuanya bertahap.
Untuk listrik, itu bagian dari KEK. Jalan dan jembatan yang tidak masuk lingkaran pembangunan KEK menjadi tanggung jawab Pemkab Mabar. Air bersih pun begitu.
Diharap kepada masyarakat Desa Golo Mori melalu Pemerintah Desa (Pemdes) setempat dan Pemcat Komodo segera mengusulkan kepada Pemkab Mabar terkait suara-suara warga Golo Mori. Agar dapat diakomodir tahun-tahun berikut. Pembangunan bertahap, sesuai kemampuan keuangan daerah.
“Kami sangat konsen dengan air bersih, itu kebutuhan dasar masyarakat,” beber Wabup Weng. *
Penulis: Andre Durung/ Editor: Anton Harus