RUTENG, FLORESPOS.net – Publik milenial Manggarai, NTT sudah hampir pasti sudah tidak mengenal lagi permainan tempoh dulu yang hidup di tengah masyarakat, yakni teka raga (menendang bola takraw) dan teka Mbau (permainan tali). Dua permainan tradisinal itu coba diangkat kembali dan dilombakan di SMPN 4 Langke Rembong.
Dua mata lomba tradisional itu menjadi bagian dalam kegiatan Gebyar Akhir Semester 2022 SMPN 4 Langke Rembong yang dibuka Koordinator Pengawas SMP Sabinus Eda, Senin (12/12/2022) yang didampingi Pembina Pengawas dari Dinas Pendidikan Robert Mangkung dan Kaseknya Wens Resman.
Usai seremoni pembukaan, para siswa langsung beraksi dalam berlomba seperti teka raga yang dimainkan para siswa yang mengenakan sarung dan teka mbau oleh para siswi juga dengan mengenakan sarung.
Para siswa karena sudah dilatih para guru pembimbing, bisa bermain. Teka raga itu biasanya dimainkan sore hari di halaman kampung dan teka Mbau pada malam hari saat bulan terang.
Menurut Ketua Panitia Gebyar Akhir Semester, Anton Riberu, dalam gebyar akhir semester telah ditetapkan mata lomba seperti bertutur kitab suci, membaca kitab suci, story telling, membuat media pembelajaran dalam bahasa Inggris.
“Lalu, mengiklankan kearifan lokal, musikalisasi puisi, cerdas cermat berbasis digital, SMPN 4 Got Talent seperti olah vokal solo, vokal grup, dan menari kreasi baru,” katanya.
Dikatakan, untuk kearifan lokal tidak saja lomba mengiklankan tarian caci, kampung tradisional Wae Rebo, juga menampilkan permainan teka raga dan teka mbau. Dua permainan tradisional Manggarai sudah nyaris hilang karena jarang dan bahkan tidak dimainkan lagi.
Menurutnya, aneka lomba ini merupakan bagian dari upaya mempersiapkan anak didik tidak saja dari aspek Iptek, juga aspek budaya tradisional yang syarat arti dan makna untuk kehidupan masyarakatnya.
Sebelumnya, Kaseknya Wens Resman mengatakan, orang-orang usia 40-an mungkin masih ingat dan tahu tentang dua permainan tradisional Teka Raga dan Teka Mbau. Yang usia di bawah itu mungkin sudah jarang mendengar atau apalagi melihat permainan dalam kerangka membangun keakraban antar sesama warga kampung.
“Kita gali dua permainan tradisional ini. Kita banyak berdiskusi baik dengan sesama guru maupun orang-orang tua. Kita pun sepakat untuk lombakan dua permainan itu,” katanya.
Untuk bisa bermain, demikian Kasek Wens, para siswa dilatih dulu. Bagaimana pola permainannya sesuai dengan aslinya. Untuk teka raga, bola seperti apa, pemainnya berapa orang, dan bagaimana menentukan menang atau kalahnya.
Yang sama juga Teka Mbau. Dulu memang dimainkan malam hari dan bercampur pria dan wanita. Tetapi atas pembagai pertimbangan, hanya dimainkan oleh para siswi sesuai dengan aslinya. *
Penulis: Christo Lawudin/Editor: Anton Harus