ENDE, FLORESPOS.net-Guna mempercepat penyelesaian masalah Kawasan Hutan di Kabupaten Ende Komisi Keadilan dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) Dewan Pastoral Paroki (DPP) Paroki Onekore menyelenggarakan diskusi publik dengan menghadirkan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup bersama Menteri ATR-BPN yang diwakili pejabat tingkat provinsi dan Kabupaten Ende di Aula Paroki Santo Yosef Onekore, Kamis (30/5/2024).
Diskusi publik yang dipandu moderator, Pater Stef Tupeng Witin, SVD ini juga menghadirkan pembicara dari Keuskupan Agung Ende, RD. Reginald Piperno, Mosalaki Godho Wutu Onekore, Bapak Daniel Djuma, Penjabat Bupati Ende diwakili Asisten II Setda Ende, Martinus Satban dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Ende, Oktovianus Moa Mesi.
Diskusi publik yang digagas Rumpun Pemberdayaan DPP Paroki Santo Yosef Onekore ini merupakan tindaklanjut dari berbagai perjuangan yang dilakukan selama ini bersama pemerintah Kelurahan Onekpre, Kecamatan Ende Tengah dan Pemerintah Kabupaten Ende.
Diskusi ini guna menjawab keresahan masyarakat atau umat yang terkena dampak penetapan kawasan hutan pada wilayah pemukiman masyarakat melalui surata keputussan (SK) menteri kehuatan dan lingkugnn hidup nomor357 tahun 2016.
Diskusi publik digelar menyambut peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2024 ini mengambil tema “Pengukuhan dan Penetapan kawasan Hutan Antara Masalah dan Solusi” dibuka secara resmi oleh Vikep Keuskupan Agung Ende, RD. Frederikus Wea Dopo didampingi Pastor Paroki Onekore, Pater Pian Lado, SVD.
Pada kesempatana ini baik kemenrtian lingkungan hidup, ATR-BPN, Pemerintah dan DPRD Kabupaten Ende serta Keuskupan Agung Ende bersepakat berjuang bersama menyelesaikan masalah kawasan hutan yang mencaplok wilayah permukiman masyarakat Kabupaten Ende, terutama di Kelurahan Onekore, Pauire, Rewarangga, Worhonio dan sejumah lokasi lainnya di Kabupaten Ende.
Penjabat Bupati Ende yang diwakili Asisten II, Martinus Satban bahkan menyatakan pemerintah telah selesai menjalankan tugasnya.
Surat Pemkab Ende teah disampaikan kepada kementerian dan telah pula dijawab. Saat ini proses lanjutanya ada pada kementerian kehutanan dan lingkungan hidup melalui Balai Pemantapan Kawasan Hutan KLH Provinsi NTT.

Para pemateri pada intinya menyatakan siap menyelesaikan persoalan kawasan hutan yang kini meresahkan warga masyarakat di Kabupaten Ende, terutama yang berada pada wilayah Paroki Worhonio, Paroki Onekore, Paroki Pu’urere, Paroki Roworeke dan sejumlah wilayah lainnya di Kabupaten Ende.
Tuntutan Masyarakat
Pada diskui publik yang cukup panas ini peserta diskuis yang merupakan utusan dari sejumah wilayah mendesak agar pemerintah melalui KLH dan ATR BPN segera mencabut SK 357 2016 terkait penetapan kawasan hutan pada wilayah Kelurahan Onekore, Paupire Worhonio dan Rewarangga.
Perwakilan DPP Paroki Puurere,Silvester Neta meminta agar SK KLH tersebut segera dicabut agar tidak menimbulkan keresahan yang berkepanjangan bagi masyarakat.
Hal senada disampaikan oleh Ketua RT 024 Kelurahan Onekore, Ferdinand Djami. Ia berpendapata bahwa penetapan kawsan hutan yang dilakukan kementerian KLH melalui SK 357 tahun 2026 telah menyengsarakan masyarakat.
SK tersebut telah mencapok tanah milik masyarakat yang telah memiliki kekuatan hukum dengan serfikat yang sah.
Sementara peserta lainnya, Robert Rega menilai, SK 357 yang menetapkan sebagian besar wilayah Kelurahan Onekore masuk kawasan hutan adalah sebuah keputusan yang ngawur.
“Perkampungan adat Onekore ini sudah ada jauh sebelum penetapan kawasan hutan mulai berlaku. Pencaplokan wilayah permukiman masyarakat yang begitu jauh dari penetapan sebelumnya telah menimbulkan keresahan yangluar biasa bagi masyarakat. Untuk itu SK ini mesti segera dicabut,” katanya.
Mewakili Mosalaki Godho Wutu Onekore, Don Wadjo meminta kepada semua masyarakat terdampak untuk mengikuti seluruh proses yang sedang berjalan sesuai dengan prosedur yang telah diperjuangakn selama ini.
Mosalaki Onekore telah bersama gereja dan pemerintah daerah memperjuangkan hak-hak masyarakat adatnya terkait penetapan kawasan hutan ini.
Mosalaki Onekore memberikan dukungan penuh terhadap pemulihan hak atas tanah masyarakat terutama yang berada di wilayah Onekore.
“Kami minta tidak ada lagi yang berusaha untuk menyurutkan perjuangan yang telah kita bangun selama ini. Mari terus berjuang bersama dan ikuti apa yang telah kita mulai bersama,” kata Don Wajo.
Ajukan 7 Rekomendasi
Setelah melalui proses panjang sejak pagi pukul 9.00 Wita hingga petang pukul 16.35 Wita forum diskuis publik akhirnya menyampaikan 7 rekomendasi penting yang ditujukan kepada Kementerian Lingkungan Hiodup, ATR –BPN, DPR RI, Pemeirntah Kabupaten Ende, DPRD Kabupaten Ende, Mosalaki, dan Keuskupan Agung Ende.
Seluruh rekomendasi kepada bebagai pihak tersebut berisikan tuntutan agar persoalan penetapan kawasan hutan (SK 357 2016) yang bermsalah dan meresahkan masyarakat ini segera diselesaikan dengan baik.

Diselesaikan Melalui TORA
Menjawab tuntutan mayarakat yang menjadi korban penetapan kawasan hutan yang mencaplok pemukiman warga ini, Kepala Pengukuhan dan Perencanaan Kawasan Hutan pada Kantor Balai Pemantapan Kawasan Hutan Kementerian KLH Provinsi NTT, Samuel Nubantonis serta Kepala BPN Kabupaten Ende, Kuntor Hadi menyatakan, persoalan ini sedang dalam proses untuk diselesaikan. Pihaknya melalui program TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria) sedang berproses.
“Kami meminta dukungan semua pihak, agar proses bisa berjalan dengan lancar dan tepat waktu. Kita memiliki anggaran melalui program TORA hanya untuk tahun ini. Kita diberikan waktu sampai dengan tanggal 24 Juni untuk menyelesaikan seluruh berkas dan administrasi untuk proses pengusulan kepada Kementerian Lingkungan Hidup. Jika semua proses ini berjalan dengan baik maka persoalan ini bisa kita selesaikan sampai dengan akhir tahun ini atau paling lambat tahun depan,” kata Nubantonis.
Seluruh rangkaian Diskusi Publik ini ditutup secara resmi oleh Pastor Paroki Onekore yang dimandatkan kepada Ketua Rumpun Pemberdayaan DPP Paroki Onekore, Yoseph Woge yang ditandai dengan penabuhan gendang sebanyak 10 kali. *
Penulis: Anton Harus I Editor: Wentho Eliando