Oleh Sr. Herdiana Randut, SSpS
INTERNATIONAL Women’s Day (IWD) yang dirayakan setiap tanggal 18 Maret merupakan perayaan besar bagi para perempuan sedunia. Tahun 2024 ini menandai peringatan ke-112 tahun, sejak pertama kali gerakan ini dideklarasikan.
Hari Perempuan Internasional diperingati dengan tujuan merayakan capaian-capaian kaum perempuan, edukasi dan meningkatkan kesadaran atas kesetaraan perempuan.
Tahun 2023 lalu, IWD mengangkat tema Embrace Equity, suatu slogan yang berhubungan dengan perubahan gerakan perempuan dunia atau arah transformasi.
Sedangkan tahun ini, IWD mengangkat tema Invest in Women: Accelerate Progress, yang artinya berinvestasi pada perempuan: mempercepat kemajuan.
Tema ini mengungkapkan untuk mencapai keseteraan gender dan kesejahteraan perempuan di semua aspek kehidupan menjadi semakin penting jika kita ingin menciptakan perekonomian yang sejahtera serta kehidupan yang sehat untuk generasi mendatang.
Apakah tema ini dapat diimplementasikan untuk perempuan-perempuan Indonesia?
Banyaknya kasus diskriminasi, penindasan, dan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia akhir-akhir ini menjadi perhatian publik. Kita dikhawatirkan dengan berbagai kasus terhadap perempuan yang masih saja terjadi.
Tidak adanya keadilan hukum yang maksimal, budaya patiarki yang masih melekat kuat pada tatanan hidup masyarakat, pola pikir yang mengedepankan peranan pria lebih hebat dibandingkan peranan perempuan, persoalan-persoalan ini belum bisa mempercepat kemajuan di semua aspek kehidupan apalagi berinvestasi pada perempuan sesuai slogan IWD 2024 di atas.
Investasi pada perempuan yang baik dibutuhkan kepercayaan secara mendalam, menghargai, dan memahami perbedaan sebagai elemen kehidupan yang perlu dan positif.
Penempatan perempuan yang hanya berkutat antara “dapur” dan “kasur”, hal ini seringkali bukan pilihan merdeka dari perempuan itu sendiri. Karena cara pandang yang keliru ini investasi pada perempuan tidak bisa dijalankan.
Sejatinya setiap orang mempunyai tanggung jawab menentang stereotip gender, penindasan hingga diskriminasi yang dialami perempuan untuk menuju perubahan yang diharapkan.
Hemat saya, hal ini bisa dicapai dengan kesadaran yang dibentuk dari hal-hal kecil hingga momentum berskala luas.
Kesadaran dan kepercayaan bahwa peranan perempuan pada semua aspek kehidupan sangatlah penting. Tanpa perempuan bagaimana perekonomian, pendidikan, kesehatan dan kehidupan sosial dapat maju.
Jika kepercayaan diberikan sungguh-sungguh pada perempuan tanpa ada diskriminasi dan penindasan, maka kesejahteraan dan keadilan pada semua aspek kehidupan akan maju.
Sejauh Mana Keadilan Terhadap Perempuan Indonesia?
Hari perempuan internasional juga menjadi peringatan untuk kita bahwa hingga hari ini perempuan masih banyak mengalami diskriminasi, penindasan, dan kekerasan.
Hal ini dapat kita lihat dari beragam media yang memberitakan banyaknya kasus diskriminasi, kekerasan seksual, dan stigmatisasi terhadap perempuan.
Berbagai kasus tersebut semakin menyadarkan kita bahwa perempuan di Indonesia masih jauh dari keadilan dan kesetaraan atas gender.
Data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan dimana 15,2 persennya adalah kasus kekerasan seksual.
Kemudian Komnas kembali mencatat pada tahun 2022 kasus kekerasan seksual masih menjadi yang terbanyak. Terdapat 2.228 kasus yang memuat kekerasan seksual atau 65 persen dari total 3.422 kasus kekerasan berbasis gender.
Menurut Biro Data dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyebutkan terdapat tiga jenis kekerasan tertinggi, yaitu kekerasan seksual dengan 14.174 korban, kekerasan psikis 11.230 korban dan kekerasan fisik 9.271 korban.
Tingginya angka tersebut dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor, antara lain ekonomi, perkawinan anak, dan kesadaran hukum.
Masih banyak pemberi kerja yang tidak memberikan hak cuti haid, cuti hamil, dan cuti melahirkan bagi para buruh perempuan. Padahal, haid/menstruasi, hamil dan melahirkan sifatnya adalah kodrati atau alami bagi perempuan.
Yang berarti hal-hal tersebut tidak dapat dihindari. Akan tetapi, yang terjadi para pemberi kerja masih bersifat acuh mengenai hal tersebut.
Tak hanya itu, masih banyak tempat kerja yang tidak menyediakan ruang laktasi bagi para pekerja perempuan yang sedang menyusui. Kurangnya kepedulian dalam dunia kerja tersebut membuat tempat kerja menjadi tempat yang diskrimanatif.
Perempuan dalam pelbagai pembagian kerja seringkali mendapatkan posisi hanya pada pekerjaan-pekerjaan domestik.
Melihat data dan berbagai kasus di atas, menunjukkan buruknya sikap kesadaran moral yang seharusnya ada dalam hidup bermasyarakat. Perempuan selalu dan masih menjadi korban dari kasus-kasus tersebut.
Sebagian korban berani melaporkan kasus yang mereka alami, namun sebagian korban belum berani melaporkan kasus-kasus yang dialami.
Minimnya media sebagai wadah bagi para korban untuk berani membuka suara atas kasus yang dialami juga masih menjadi kendala.
Terlebih khusus bagi para korban yang tinggal pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Sehingga banyak korban yang belum berani melaporkan kasus yang dialami, hal ini perlu pendampingan dari pihak-pihak yang terkait.
Peran Komnas Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak perlu memperhatikan kasus-kasus tersebut.
Membantu korban secara langsung dan melancarkan proses hukum tanpa ada pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Jika undang-undang berlaku secara adil tanpa tindakan represif oleh aparatur negara, hemat saya berbagai kasus kekerasan, penindasan, dan diskriminasi terhadap perempuan akan bisa diatasi secara maksimal dan adil.
Oleh karena itu, dalam momentum peringatan Hari Perempuan Internasional terus menerus bersuara tentang agenda-agenda yang hingga kini belum dijalankan oleh pemerintah.
Bahkan semakin buruk di lapangan, di mana terdapat banyak diskriminasi, kekerasan seksual, ketidakadilan hak, teramasuk kebebasan berserikat bagi para buruh dan pekerja perempuan.
Sehingga dalam momentum ini, diharapkan dapat memperkuat konsolidasi, solidaritas, dan persatuan yang kokoh lintas elemen, komunitas, gerakan-gerakan femins nasional bagi terwujudnya kesetaraan, keadilan, dan kebebasan bagi perempuan. ***
Penulis adalah Anggota Woke Asia Feminist dan Komunitas Puandemik Indonesia