Oleh: Filomena Manur
PERKAWINAN secara umum adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup berketurunan.
Orang Katolik memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang sakral.
Pernikahan dilaksanakan dengan dasar cinta dan kasih tanpa ada paksaan dalam bentuk apapun.
Perkawinan Katolik dipandang sebagai lambing persatuan Kristus dengan Gereja-Nya.
Perkawinan dalam Gereja Katolik adalah perjanjian antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk kebersamaan hidup.
Perkawinan mempunyai tiga tujuan yaitu: kesejahteraan suami istri, kelahiran anak, dan pendidikan anak.
Sesungguhnya perkawinan itu karena ingin hidup bersama dengan orang terkasih dan menua bersama adalah tujuanya.
Hakikat perkawinan adalah persekutuan seluruh hidup (consortium totius vitae). Hakikatnya perkawinan adalah kesatuan dan ketidak dapat ceraian (unitaset indissolubilitas).
Tujuan perkawinan adalah untuk menciptakan rasa bahagia. Dimana suami istri saling memberi kasih sayang serta perasaan aman satu sama lain.
Menikah membuat kita mendapatkan sahabat atau pendamping hidup yang didalamnya dipenuhi kasih sayang dan perasaan cinta.
Perkawinan sebagai sakramen merupakan unsur hakiki perkawinan antara dua orang yang dibabtis. Perkawinan pria dan wanita menjadi tanda cinta Allah kepada ciptaan-Nya dan cinta Kristus kepada Gerejanya.
Perkawinan sebagai sakramen juga merupakan janji perkawinan yang saling diberikan dan dijalankan oleh dua orang yang dibabtis dalam perjanjian itu berisi tentang kesetian satu sama lain serta berjanji untuk saling menghormati dan mencintai.
Gereja Katolik menghendaki perkawinan keluarga Kristiani sebagai yang kudus dan sakramental karena Allah hadir didalam perkawinan.
Gereja ingin agar pasangan yang menikah memperoleh kebahagian dan mengalami suka cita serta rahmat ilahi didalam perkawinan yang terus ditantang oleh arus zaman.
Perkawinan Katolik itu pada dasarnya berciri satu untuk selamanya dan tak terceraikan. Kita menyebutnya sebagai sifat monogam dan indissolubile.
Monogam berarti satu laki-laki dengan satu perempuan, sedangkan indissolubile berarti, setelah terjadi perkawinan secara sah maka perkawinan menjadi tak terceraikan, kecuali oleh kematian.
Seperti yang kita temukan dalam Hukum Gereja tahun 1983 (kan. 1141). Yang dimaksud dengan perkawinan Katolik adalah perkawinan yang mengikuti tata cara Gereja Katolik.
Seruan Ensiklik Amoris Elaetitea
Menurut ajaran Gereja, perkawinan dalam dimensi yuridisnya adalah suatu perbuatan yuridis (hukum).
Dengan pertukaran kesepakan perkawinan atau consensus, lahirlah persekutuan hidup yang bersifat tetap antara seorang pria dan seorang wanita.
Menurut pandangan Gereja Katolik perkawinan sebagai sakramen merupakan unsure hakiki perkawinan antara dua orang yang dibabtis.
Perkawinan pria dan wanita menjadi tanda cinta Allah kepada ciptaan-Nya dan cinta Kristus kepada Gereja-Nya. Gereja memandang perkawinan adalah lembaga yang sah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Perkawinan adalah kesepakan antara orang-orang yang menurut hukum mampu dan dinyatakan secara legitimasi membuat perkawinan.
Ajaran Sosial Gereja (ASG) merupakan tanggapan gereja terhadap masalah-masalah atau persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia, serta memberikan bantuan kepada mereka untuk berjalan kearah yang lebih baik.
Perkawinan Katolik telah dikuduskan melalui sakramen sebagai simbol persatuan dengan Kristus. Apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.
Perkawian Katolik adalah persatuan antara laki-laki dan perempuan bersama Allah, bagaikan segi tiga dimana dua titik dibawah disatukan keatas dengan Allah.
Dalam Ensiklik Amoris Laetitia, Santo Yohanes Paulus II mengatakan bahwa perkawinan adalah tanda berharga, sebab pria dan wanita merayakan sakramen perkawinan, Allah seolah-olah bercermin dalam diri mereka.
Perkawinan merupakan simbol kasih Allah kepada kita.
Sesungguhnya, Allah juga merupakan persekutuan: Tiga Peribadi dari Bapa, Putra dan Roh Kudus hidup selamanya dalam kesatuan yang sempurna. Inilah sesungguhnya misteri perkawinan Allah membuat pasangan satu kehidupan.
Ini memiliki konsekwensi sehari-hari yang sangat konkret, sebab pasangan suami istri berkat daya sakramen dianugerahi misi yang benar dan khas.
Sehingga dimulai dengan hal-hal sederhana dan biasa dalam hidup, mereka dapat menampakan kasih Kristus yang mengasihi Gereja-Nya dan senantiasa memberikan hidup-Nya baginya.
Pasangan menikah, yang saling mengasihi dan memiliki akan berbicara dengan baik satu sama lainya. Mereka mencoba menunjukan sisi baik pasangan mereka, bukan kelemahan dan kesalahan mereka.
Disamping itu, mereka berdiam diri untuk menghindari merusak citra pasangannya. Hal ini bukan sekadar sikap lahiria, melainkan muncul dari sikap batinia.
Kasih yang menyatukan kita dengan Allah. Kasih suami istri adalah bentuk persahabatan tertinggi. Kasih ini merupakan kesatuan yang memiliki seluruh sifat persahabatan yang baik.
Perkawinan mengabungkan semua hal di atas dengan exclusifitas yang tak dapat di ceraikan yang diungkapkan dalam komitmen kokoh untuk berbagi dan membentuk bersama keseluruhan hidup.
Mari kita jujur dan mengakui tanda-tanda kenyataan orang-orang yang jatuh cinta tidak berencana bahwa hubungan mereka ini hanya bersifat sementara. *
Penulis: Mahasiswi Semester VII STIPAS St. Sirilus Ruteng, NTT