LARANTUKA, FLORESPOS.net-Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Flores Timur, NTT, menggelar workshop peningkatan kapasitas lembaga kesenian tradisional, di Aula Hotel Sunrise, Kamis (21/9/2023).
Workshop melibatkan 40 peserta berasal dari sanggar-sanggar yang tersebar di Flores daratan, Pulau Solor dan Pulau Adonara.
Kegiatan itu dibuka oleh Plt Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Andreas Kewa Ama mewakili Penjabat Bupati Flores Timur.
Kepala Disparbud Flores Timur, Emanuel Lamury dalam sambutan mengatakan, Flores Timur terbatas sumber daya manusia (SDM) teknis di bidang kesenian.
Selain SDM teknis, juga pendanaan terbatas, infrastruktur serta saran-prasarana berkesenian yang minim.
Dengan kondisi tersebut, Eman Lamury berpesan agar para seniman atau pegiat seni di Kabupaten Flores Timur khususnya mesti bersatu.
“Jangan ada sikut-sikutan agar bisa berkonsentrasi mengembangkan diri, berkolaborasi dan berkontribusi terhadap perkembangan masyarakat,” pesan dia.
Dia juga berpesan perlu ada kerjasama dan kolaborasi yang intens antara lembaga-lembaga kesenian, seniman, pegiat seni dengan pemerintah.
“Semoga terus ada kerjasama antara pemerintah, lembaga kesenian dan seniman serta publik seni demi penciptaan kondisi dan ekosistem berkesenian yang lebih baik,” kata Eman Lamury.
Sementara Penjabat Bupati Flores Timur Doris Alexander Rihi dalam sambutan tertulis yang dibaca Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Andreas Kewa Ama menyatakan dukungan terhadap kegiatan pengembangan kesenian tersebut.
Doris Rihi mengatakan, seni melekat erat dan berkontribusi bagi pengembangan sumberdaya manusia. Dia berharap setelah workshop peserta dapat mengelola sanggar dengan lebih baik.
“Membangun jejaring pertemanan dan pergaulan kesenimanan dalam rangka menciptakan ekosistem kesenian yang terus bertumbuh dan berkembang dari tahun ketahun,” katanya.
Diskusi Workshop
Pegiat Seni Flores Timur Silvester Petara Hurit yang juga Kepala Bidang Pengembangan Seni dan Budaya pada Disparbud Flores Timur mengatakan, Workshop Peningkatan Kapasitas Lembaga KesenianTradisional itu menghadirkan narasumber Rama Thaharani.
Rama Thaharani adalah, seorang produser independen yang sudah lebih dari 20 tahun konsen pada kolaborasi dan pertukaran internasional terutama pada penciptaan karya baru, penyelenggaran festival dan forum.
Pada workshop itu juga dilangsungkan diskusi peserta dengan narasumber.
Rama Thaharani membagikan pengalamannya bekerjasama dengan seniman dan lembaga kesenian dari pelbagai negara antara lain Amerika Serikat, Australia, Finlandia, Inggris, Iran, Jepang, Jerman, Norwegia, Perancis, Spanyol membuatnya menyadari pentingnya mengenal pelbagai praktek seni pertunjukan Indonesia.
Rama Thaharani membagikan pengalamannya dengan harapan peserta workshop melihat konteks tradisi, modal sosial, budaya yang ada untuk kemudian memulai dari yang ada.
Bertumbuh bersama, berkolaborasi dan berjejaring demi proyeksi ke masa depan agar kesenian terus tumbuh, berkembang dan memiliki aktualitas. Relevan dan berdaya sesuai dengan perkembangan zaman serta kebutuhan masyarakat.
Terhadap festival yang jadi salah perbincangan peserta workshop, Rama Thaharani menawarkan festival sebagai jembatan solidaritas.
Bertemunya seniman, penonton, karya, pengamat yang berlangsung secara berkelanjutan. Dan ruang diskusi dan percakapan yang jangan dibebani dengan format-format lomba/kompetensi.
“Seni jangan dibebani sekian tuntutan lomba. Seni membebaskan. Maraknya aktifitas kesenian membuat kota terasa tumbuh dan berdenyut. Seni punya peran besar mendinamisasikan kehidupan,” ujar Maria Sesilia Deran Nuho, salah seorang anggota panitia workshop. *
Penulis: Wentho Eliando / Editor: Anton Harus