MBAY, FLORESPOS.net-Tidak ada pelanggaran hukum dalam proses pra-pembangunan Bandara Surabaya II di Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT. Semua prosedur administrasi sudah dipatuhi dengan saksama.
Namun ketika sedang dalam proses pembangunan tersebut Kepolisian Resort Nagekeo telah melakukan pemanggilan berkali-kali terhadap sejumlah aparat Pemda Nagekeo, profesional dari ITB, dan pegawai Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI.
Bahkan sudah menginterogasi profesional ITB di Bandung dan pegawai Kemenhub di Jakarta. Seharusnya dalam proses pembangunan Bandara Surabaya (BS) II yang dijadwalkan rampung sebelum Oktober 2024.
Namun karena ada pemeriksaan dan pemanggilan yang dilakukan Polres Nagekeo, Tim Kemenhub menunda verifikasi lapangan untuk penetapan lokasi (penlok) bandara. (Penlok adalah langkah awal untuk memulai pembangunan bandara).
Hal itu disampaikan Kepala Bappeda Kabupaten Nagekeo, Kasmirus Doi saat Konferensi Pers, Selasa (21/3/2023) di Bappeda Nagekeo.
Kasmir menegaskan bahwa Proses pra-pembangunan BS II berjalan transparan dan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Tidak ada penyalahggunaan kewenangan, penyimpangan prosedur, unsur korupsi, dan kerugian negara.
Dijelaskan bahwa Pembangunan BS II sangat penting bagi Nagekeo, NTT, dan Indonesia. Bandara ini, antara lain, bermanfaat untuk kepentingan peresmian Waduk Mbay, September 2024, oleh Presiden Joko Widodo.
Pembangunan runway atau landasan pacu bandara tahap awal sepanjang 1.200 meter persis di landasan Bandara Surabaya II yang dibangun Jepang pada tahun 1944. Lahan ini sepenuhnya milik Pemda Nagekeo.
Nama BS II yang diberikan Jepang tetap diabadikan. Pada masa pendudukan Jepang di Flores, 1942-1945, Mbay dipilih menjadi lokasi bandara baru di Kawasan Timur Indonesia selain Morotai di Maluku Utara. Dokumen sekutu menyebut bandara ini sesuai dengan nama sungai, yakni Sissa River Aerodrome.
Dikatakan dalam dokumen ini disebutkan bahwa ukuran bandara yang terbentang dari Tenggara ke Barat Laut direncanakan seluas 7.500 ft x 350 ft atau 2.286 meter x 106,68 meter dan sudah terbangun seluas 4.000 ft x 350 ft atau 1.219,2 meter x 106,68 meter (Special Report Allied Geographical Section SWPA No.83: Soemba, Soembawa dan Flores, 6 September 1945, halaman 107). BS II dinilai penting oleh Jepang sebagai bagian dari geostrategi.
Saat ini, keberadaan BS II tetap dibutuhkan sebagai bagian dari geostrategi, apalagi masalah geopolitik kini menjadi masalah dunia. Perang terbuka Rusia-Ukraine dan ancaman China di kawasan ASEAN merupakan realitas politik yang harus dipahami dan diantisipasi dengan langkah nyata.
NTT adalah provinsi terluar dan terdepan dari NKRI. Sebuah bandara besar di Flores sangat dibutuhkan untuk pengamanan dan pengembangan ekonomi kawasan, sedang Mbay menempati posisi strategis karena letaknya persis di tengah Pulau Flores dan telah ditetapkan sebagai pusat Kawasan Strategis Nasional (KSN) Mbay dari sudut kepentingan ekonomi untuk NTT. Selain itu, dataran Mbay yang luas memungkinkan runway bandara diperpanjang hingga 3.500 meter atau 3,5 km.
Flores adalah bagian dari ring of fire, pulau rawan gempa dan letusan gunung berapi. Keberadaan BS II penting untuk evakuasi korban becana dan pengiriman bala bantuan. Di saat normal, bandara ini penting untuk pergerakan barang dan manusia. BS II penting bagi upaya akselerasi pembangunan di Flores.
Disinggung ada tiga isu yang dianggap bermasalah dan memiliki konsekuensi hukum yakni, Pertama, isu kewenangan.
Publik mempertanyakan, mengapa studi kajian BS II tidak dilakukan Dinas Perhubungan, melainkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda), Kewenangan untuk mengkaji kelayakan lokasi bandara dan rencana induk bandara bukan kewenangan Dinas Perhubungan, melainkan Bappelitbangda.
Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan turunannya, terakhir melalui Permendagri 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah serta pemutakhirannya, menyatakan, Dinas Perhubungan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan studi dan kajian perhubungan udara.
Kewenangan Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota pada Sub Urusan Penerbangan adalah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Tempat Pendaratan dan Lepas Landas Helikopter.
Berdasarkan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Permendagri Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota yang Menyelenggarakan Fungsi Penunjang Urusan Pemerintahan serta turunannya, Bappelitbangda berwenang melakukan studi dan kajian perhubungan udara.
Persoalan kewenangan ini sejatinya telah berakhir melalui penetapan Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Nomor 8 Tahun 2020 tentang APBD Kabupaten Nagekeo Tahun 2021.
Lalu isu usulan penetapan lokasi (penlok) bandar udara baru di Kabupaten Nagekeo. Ada indikasi Pemkab telah membebaskan lahan yang belum ada persetujuan penetapan lokasi dari Kementerian Perhubungan.
Kasmir mengatakan, Pemkab Nagekeo tidak melakukan pembebasan lahan, tetapi melakukan sertifikasi lahan bekas BS II yang dibangun Jepang. Lahan dimaksud adalah milik Pemda Nagekeo yang telah diperuntukan secara khusus untuk pembangunan bandara sejak pembangunan Daerah Irigasi Mbay.
Lahan yang telah disertifikat atas nama Pemda Nagekeo ini adalah bekas bandara yang dibangun Jepang tahun 1944 dan telah dimasukan sebagai Lapangan Terbang Perintis sejak tahun 1976 melalui Surat Dirjen Perhubungan Udara Nomor DJU/2379 tanggal 12 November 1975 (Memori Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ngada Tahun 1967-1978, hal 107). Pada tahun 1996, Kementerian Perhubungan melalui PT Komla Consulting Engineers pernah melakukan Studi Kelayakan Pengembangan Bandar Udara Surabaya II bersamaan dengan bandar udara di Batu Licin.
Selanjutnya pada tahun 1997, Pemda Ngada pernah melakukan identifikasi rencana Lapangan Terbang SB II berdasarkan peta konsultan Departemen Perhubungan. Beberapa pilar BM yang dipasang konsultan pada tahun 1996 masih ada hingga saat ini.
Pemda Nagekeo memilih lahan ini sebagai solusi atas kegagalan pembangunan bandara SB II berdasarkan Penlok 2011 dan rencana pemindahan taxiway, apron, dan fasilitas sisi darat pada tahun 2016. Lahan bandara bekas Jepang ini tidak masuk dalam Penlok 2011 maupun rencana pemindahan taxiway, apron, dan fasilitas sisi darat pada tahun 2016.
Secara historis, lahan bandara bekas Jepang ini pernah didarati pesawat pada tahun 1975 dan tahun 1996. Di atas lahan ini bisa dibangun runway 1.200-3.500 meter, terminal, dan semua fasilitas bandara.
Lokasi yang disebut SB II oleh Jepang dan Sissa River Aerodrome oleh Sekutu inilah yang diajukan Pemda Nagekeo kepada Kemenhub untuk diverifikasi kelayakannya agar bisa segera dibangun bandara.
Terhadap usulan lokasi ini, Kemenhub telah memberikan arahan melalui surat nomor: AU.103/I/17/DJPU.DBU.2020 tanggal 12 Oktober 2020 Perihal Tindak Lanjut Permohonan Penetapan Kembali Lokasi Bandar Udara Surabaya II Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT.
Ketiga, isu swakelola. tata cara pelaksanaan barang dan jasa dengan metode swakelola Tipe II yang dilakukan Pemda Kabupaten Nagekeo, jelas Kasmir Untuk kepentingan pembangunan, Pemda Nagekeo menjalin kerja sama dengan ITB.
Selanjutnya, ITB menunjuk PT LAPI ITB , badan usaha milik ITB sebagai pelaksana dalam rangka koordinasi tim ahli yang dibutuhkan Pemda. Dalam hal Kajian Pembangunan Bandara SB II, Pemda Nagekeo melalui Bappelitbangda menjalin kontrak kerja sama dengan tim ahli sebagai Tim Pelaksana Swakelola yang diusulkan PT LAPI ITB.
Ini adalah praktik yang lazim. Perguruan Tinggi Negeri dengan status sebagai badan hukum publik seperti ITB, UI, dan UGM memiliki otonomi untuk membentuk badan usaha dan mengembangkan dana abadi sebagai layanan penunjang tridharma perguruan tinggi.
Sebagai badan hukum yang memiliki otonomi, ITB memiliki otoritas untuk menunjuk PT LAPI ITB sebagai pelaksana yang mengkoordinasikan tim ahli yang dibutuhkan dalam kerja sama dengan Pemda Nagekeo.
Sedang soal isu swakelola, Bappelitbangda memiliki dasar hukum untuk melakukannya. Pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan secara swakelola oleh Bappelitbangda. Rujukannya adalah Permendagri Nomor 17 Tahun 2016 tentang Pedoman Penelitian dan Pengembangan.
Disebutkan, pelaksanaan penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara swakelola dan/atau kerja sama dengan pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena belum memilik tenaga ahli yang dibutuhkan untuk kajian dimaksud, maka berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah dan Perka LKPP Nomor 3 tahun 2021 tentang Pedomaan Swakelola, Pemkab Nagekeo melalui Bappelitbangda melaksanakan Kontrak Swakelola Tipe II dengan Tim Pelaksana Swakelola dari Institut Teknologi Bandung yang dikoordinasikan dalam PT LAPI ITB.
Dengan dukungan Tim Swakelola Tipe II dan Tim Kelitbangan, dokumen Kajian Bandara SB II Tahun 2021 diharapkan lebih bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
Lanjut Kasmir Jawaban atas tiga pertanyaan ini sudah disampaikan pada rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkominda) Nagekeo, Rabu, 8 Februari 2023 di Ruangan Rapat Pemda Nagekeo, Mbay. Pada saat itu, Pemda Nagekeo sudah menyampaikan dengan terang-benderang masalah ini, juga menjawab tuntas tiga isu yang menjadi pertanyaan Publik Nagekeo.
DPRD Pertanyakan Dana Rp2 Miliar Diswakelola
Sementara Ketua DPRD Nagekeo Marselinus F. Ajo Bupu kepada Florespos.net, di kantor DPRD Nagekeo, Senin (20/3/2023) mengatakan, semestinya Pemkab Nagekeo melakukan revisi terhadap kajian dan penlok 2011, bukan malah membuat kajian baru di lokasi yang sama. Kajian baru itu justru jadi mubazir.
Menurut Sely, proses kajian bandara harus mengikuti ketentuan Perpres tentang Pengadaan Barang dan Jasa, bukan Permendagri tentang Litbang dan Swakelola. Ini yang harus dipahami.
Anehnya dana kajian bandara 2021 itu diberikan kepada PT LAPI ITB dengan sistem swakelola. Yang menunjuk PT LAPI adalah Balitbang Nagekeo. Itu rujukan regulasi darimana? Sehingga dana 2 miliar rupiah itu di swakelola?
Sementara penyidik Kepolisian Resort Nagekeo dalam hal ini Kasat Reskrim Polres Nagekeo, Iptu Rifai belum bisa konfirmasi.
Florespos.net berusaha mengirim pesan lewat whatsapp untuk konfirmasi terkait tindak lanjut penetapan tiga tersangka kasus penghapusan aset Pasar Danga dan tindak lanjut penyelidikan kasus pembangunan bandara BS II belum di respons.*
Penulis: Arkadius Togo/Editor: Wentho Eliando