MAUMERE, FLORESPOS.net-Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) yang berkantor pusat di Kota Maumere, Kabupaten Sikka menerima pengaduan dan menangani 111 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan berasal dari Kabupaten Sikka (ada 103 kasus) dan Kabupaten Ende (ada 8 kasus) selama tahun 2022.
Jumlah pengaduan selama tahun 2022 mengalami kenaikan 6,30 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya dengan total pengaduan 104 kasus.
TRUK membeberkan motif yang menyebabkan terjadinya kasus kekerasan yakni motif: ekonomi, motif asmara, dan balas dendam.
Sementara modus yang digunakan dalam melancarkan aksi kejahatan antara lain pacaran dengan iming-iming akan menikahi, pertemanan, mengajak main game dan nonton bareng (nobar), orang tua asuh dan iming-iming gaji besar.
Data ini disampaikan Ketua Perkumpulan TRUK, Sr. Fransiska Imakulata, SSpS, S.H. dan Sekretaris TRUK, Maria Hendrika Hungan, S.E. melalui Staf TRUK, Elisabeth Bestiyana, S.H di hadapan wartawan dan mitra jejaring TRUK dalam Rapat Catatan Tahuan 2022, di Lantai II Kantor TRUK Maumere, Rabu (8/3/2023).
TRUK merincikan dua ranah terjadinya kekerasan selama tahun 2022. Pertama, Ranah Personal yang mencakup Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Kekerasan Dalam Pacaran (KDP).
Dijelaskan bahwa KDRT merupakan kekerasan yang angka pengaduannya tertinggi dengan jumlah korban yang melapor 58 orang (52,25 persen) terdiri dari 21 pengaduan dari istri, 2 pengaduan yang dilaporkan oleh mantan istri, 2 pengaduan yang dilaporkan oleh keponakan,1 pengaduan yang dilaporkan oleh anak asuh, 30 pengaduanyang dilaporkan oleh anak kandung dan 2 pengaduan yang dilaporkan oleh anak tiri.
Dari 21 orang istri, semuanya mengalami kekerasan psikis, 19 orang mengalami kekerasan fisik, 10 orang yang mengalami perkosaan dalam perkawinan (marital rape), 19 orang yang mengalami kekerasan ekonomi/penelantaran, 1 anak asuh yang diperkosa dan 1 keponakan yang menjadi korban kekerasan berbasis eloktronik yang dilakukan oleh pamannya.
Dari 32 anak, ada 25 orang mengalami kekerasan psikis, 10 orang mengalami kekerasan fisik, 21 orang mengalami kekerasan ekonomi/penelantaran, dan 6 orang anak mengalami kekerasan seksual, 2 diantaranya diperkosa oleh bapak tiri.
“Pada umumnya korban KDRT, mengalami kekerasan berlapis dengan frekuensi kekerasan lebih dari satu kali karena pelaku orang dekat dan dalam kasus ini korban sulit untuk memutuskan rantai kekerasan yang dialaminya karena barbagai alasan. Relasi kuasa yang timpang menjadikan istri dan anak sulit keluar dari situasi kekerasan tersebut,” kata Elisabeth.
Sementara kekerasan dalam pacaran (KDP), lanjut Elisabeth dialami oleh 9 orang dan 7 di antaranya berusia anak. TRUK menyebut motif asmara menyebabkan kesembilan korban mengalami kekerasan sekual dan eksplotasi seksual.
“Dominasi laki-laki dalam relasi ini menjadikan si perempuan tak berdaya, keyakinan masyarakat yang menganggap bahwa harga diri atau martabat seorang perempuan terletak pada keperawanannya danjanji akan menikahi korban menjadikan korban terjebak dan terpaksa bertahan dalam lingkaran kekerasan yang dialaminya,” kata Elisabeth.
Kedua, Ranah Komunitas di mana kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di ranah komunitas dilaporkan oleh 42 korban (38.53%) dengan rincian; laporan dari 33 anak korban dan 11 korban perempuan dewasa.
Bentuk kekerasan yang dialami korban beragam; kekerasan psikis dialami oleh 16 orang, kekerasan fisik dialami oleh 6 orang, kekerasan seksual dialami oleh 31 orang.
Dari 31 orang tersebut ada 21orang diantaranya mengalami kekerasan seksual berbasis elektronik. Ada 4 perempuan dewasa yang direkrut secara non prosedural yang mengarah pada indikasi menjadi korban perdagangan orang.
TRUK pada kesempatan ini juga membeberkan sejumlah fakta seputar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di antaranya dimensi kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi dalam dua ranah, yaitu ranah personal dan ranah komunitas; perempuan atau istri terpaksa bertahan dengan situasi KDRT yang dialami karena mempertahankan janji pernikahan dan proses pembelisan yang telah terjadi; istri dan anak korban KDRT umumnya mengalami trauma dan hidup dalam kesulitan ekonomi dan sosial; istri umumnya enggan melaporkan kasus KDRT yang dialami ke jalur hukum walaupun mengalami KDRT berulang kali dari 21 istri yang mengaduh hanya 4 istri (19,04 persen) yang melaporkan kasusnya ke jalur hukum; dalam perjalanan 3 kasus ditarik dan hanya 1 kasus yang berlanjut hingga putusan inkrah.
Sedangkan ragam bentuk kekerasan seksual yang terjadi, lanjut TRUK, antara lain: perkosaan, incest, pelecehan seksual fisik, explotasi seksual, pemaksaan kehamilan, anak yang terjepak dalam postitusi online dan kekerasan berbasis elektronik/siber; kekerasan seksual yang menyasar pada kelompok difabel (3 kasus) dan ketidakberdayaan mereka menjadikan peluang serangan seksual tersebut akan terjadi lagi.
Dalam proses hukum terkait kasus yang dialami difabel pun sulit dan selalu mengalami hambatan; kasus perdagangan orang yang dilaporkan di tahun 2021 dilanjutkan dengan proses hukum di Kejaksaan dan Pengadilan yang diadvokasi oleh TRUK dan Jajaring HAM tidak berimpak pada putusan pengadilan yang menjerat pelaku dengan UU ketenagakerjaan yang sangat ringan dan sama sekali tidak dapat membongkar sindikat perdagangan orang.
Dan sampai sekarang masih tersisa 1 pelaku perdagangan orang di Pub yang belum tersentuh hukum; perekrutan perempuan untuk pekerja diluar daerah dengan tipudaya dan penjeratan yang menyasar pada kelompok perempuan miskin dan minim informasi masih terjadi.
Sebaran Tempat Kejadian
TRUK pada kesempatan ini membeberkan sebaran tempat kejadian kekerasan di mana untuk wilayah Kabupaten Sikka 97 korban tersebar di Kecamatan Paga, Kecamatan Mego, Kecamatan Lela, Kecamatan Bola, Kecamatan Talibura, Kecamatan Waigete, Kecamatan Kewapante, Kecamatan Nelle, Kecamatan Nita, Kecamatan Alok, Kecamatan Alok Barat, Kecamatan Alok Timur, Kecamatan Koting, Kecamatan Kangae, Kecamatan Hewokloang, Kecamatan Doreng, Kecamatan Mapitara dan Kecamatan Magepanda.
Sementara Kabupaten Ende 8 korban tersebar di Kecamatan Maukaro, Kecamatan Ende, Kecamatan Ende selatan, Kecamatan Ende Utara, Kecamatan Wolowaru, dan Kecamatan Wawaria; Kabupaten Manggarai Timur 2 korban (Kecamatan Kota Komba); Kabupaten Lembata 2 korban ( Kecamatan Atadei dan Kecamatan Ile Ape); dan Kabupaten Ngada 2 korban (Kecamatan Aimere).
Tujuan
TRUK menyebut tujuan dbuatnya Catatan Tahunan ini di antaranya sebagai bagian dari pertanggungjawaban Perkumpulan Perempuan TRUK dalam melaksanakan kewajiban hukum dan peran serta dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan yang telah dilakukan dalam tahun 2022, sekaligus sebagai advokasi dalam bentuk memberitahu, mengingatkan, mengajak, meminta dukungan, dan partisipasi semua pihak yaitu pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/akademisi untuk melaksanakan kewajiban hukum dan peran sertanya terutama negara (pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah) wajib hadir untuk memenuhi hak-hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan.
Dialog
Dalam sesi dialog dilakukan tanya jawab dan beberapa catatan kritis yang disampaikan beberapa peserta di antaranya Margareta Helena dari Perwakilan Caritas Keuskupan Maumere; Suster Paulina Bule, ALMA; Maria Pitensia (DP2KBP3A Sikka) ); Fransiska F (DP2KBP3A Sikka), Paskalis Paceli (PMD), Reginaldus Moat Wona (Dinsos), Agnesta R (UPT PPA), Tinton Vianey (Lenterapos), Karel Pandu (Timex), Charles R. (Dinas Dukcapil), Albert Aquinaldo (TribunFlores.com), dan Pater Marsel Vande Rarin, SVD terkait tren kasus tertentu, langkah penanganan, masalah yang dialami difabel, persoalan inces, dan minimnya anggaran untuk TRUK.
Catatan Akhir Tahun ini ditembuskan kepada Presiden RI; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI; Menteri Sosial RI; Komnas Perempuan RI; KPAI RI; Komnas HAM RI; LPSK RI; Kapolri; Jaksa Agung RI; Ombudsman RI; Kompolnas RI;Gubernur NTT; Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi NTT; Dinas Sosial Provinsi NTTKejaksaan Tinggi Kupang; Ombudsman Wilayah NTT; Bupati Sikka; Bupati Ende; Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sikka; Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Ende; Dinas Sosial Kabupaten Sikka; Dinas Sosial Kabupaten Ende; Kapolres Sikka; Kapolres Ende; Kejari Sikka; Kejari Ende, Vivat Indonesia; Forum Pengada Layanan di Jakarta; Intitut Filsafat dan Teknologiu Kreatif Ledalero; Pusat Penelitian Candraditia; dan awak media.*
Penulis: Wall Abulat/Editor: Wentho Eliando