LABUAN BAJO. FLORESPOS.net-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat (Mabar), NTT tidak akan membagi sertifikat lahan usaha 2 kepada warga transmigrasi lokal (Translok) Nggorang, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo karena lahannya tidak ada.
“Itu sama dengan kasih parang,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan UKM Mabar, Theresia Primadona Asmon menanggapi media ini di Labuan Bajo, Kamis (2/3/2023), terkait maraknya kabar sertifikat bodong Translok Nggorang.
Menurut Kadis yang disapa Nei itu, Translok Nggorang dibentuk 1997, total 200 warga. Lahan yang diperuntukan bagi 200 orang itu terdiri dari pekarangan, lahan usaha 1 dan lahan usaha 2. Saat itu Translok Nggorang diurus Pemerintah Provinsi NTT.
Lanjut Nei, cetak sertifikat lahan warga Translok Nggorang ditangani instansi teknis di Provinsi NTT Tahun 1998 dan dibagikan kepada warga Translok 1999. Terkait Translok ini, baru ditangani Pemkab Mabar pada Tahun 2012.
Sehubungan dengan sertifikat lahan Translok Nggorang, terang Kadis Nei, untuk sertifikat lahan pekarangan tidak ada masalah, karena 200 warga sudah terima. Untuk sertifikat lahan usaha 1 kecuali 135 warga sudah terima, 65 sisanya belum, tidak tahu sebabnya.
Sedangkan sertifikat lahan usaha 2, Pemkab Mabar tidak akan bagi kepada warga Translok Nggorang karena lahannya tidak ada.
Total sertifikat lahan usaha dua yang diterima Pemkab Mabar dari instansi vertikal yang menangani pertanahan sebanyak 146 lembar dari total jumlah warga Translok Nggorang 200 orang.
Seratusan sertifikat lahan usaha 2 itu hingga kini masih tersimpan di Kantor Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan UKM Mabar di Labuan Bajo.
Terkait sertifikat lahan usaha dua, Pemkab Mabar sudah menyurati instansi vertikal bersangkutan untuk pengembalian 146 lembar sertifikat tersbut. Suratnya terima, tetapi sertifikatnya mereka belum mau terima, tidak tahu kenapa begitu, tandas Kadis Nei.
Masih Kadis Nei, lahan usaha dua bagi warga Translok Nggorang ada di lahan-lahan masyarakat setempat. Ada di sawah orang dan lain-lain.
Sehingga sertifikat itu tidak dibagi pemerintah. Kalau dibagi sama dengan beri parang. Di lapangan bisa terjadi baku bunuh warga Translok dengan masyarakat pemilik lahan.
“Kita tidak tahu sampai terjadi begitu dulunya, ” ujar Kadis Nei yang saat itu ditemani Kepala Bidang (Kabid) Koperasi dan UKM, Fransiskus Salesius Tamur.
Tak hanya itu, penempatan warga Translok Nggorang selama ini ada yang tidak sesuai. Misalnya si M, dalam sertifikatnya di Blok A, tapi di lapangan tinggal di Blok B dan lain-lain terkait ini. Ini bisa beresiko dikemudian hari, beberapa Kadis Nei.
Menyangkut hal-hal di atas, ketika sentil situasi Translok Nggorang selama ini seperti api dalam sekam atau semacam bom waktu? Kadis Nei mengiyakannya.
“Ya bisa seperti itu. Selama ini juga warga Translok Nggorang sering berunjuk rasa di Pemkab dan DPRD Mabar di Labuan Bajo. Juga beberapa kali RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Dewan di DPRD Mabar,” Kata Kadis Nei.
Walau Kadis Nei tidak menyebut luas lahan pekarangan, lahan usaha 1 dan 2 per warga Translok Nggorang, tetapi berbagai kabar menyebutkan bahwa luas lahan pekarangan setengah hektare (ha) untuk masing-masing warga Translok Nggorang. Sedangkan lahan usaha 1 dan 2 masing- masing 1 ha. *
Penulis: Andre Durung/Editor: Anton Harus