RUTENG, FLORESPOS.net-Pengembangan ekonomi berkelanjutan yang dicanangkan Keuskupan Ruteng, NTT, bukannya tanpa dasar. Dasarnya adalah wilayah keuskupan memiliki aneka potensi dan modal/kapital untuk dikembangkan.
Di hadapan peserta sidang pastoral post Natal, akhir pekan lalu, Uskup Ruteng, Mgr. Sipri Hormat sesuai dengan arahan khususnya yang diterima wartawan, Senin (16/1/2023) menyatakan bahwa sedikitnya ada empat potensi dan kapital yang bisa dikembangkan untuk membangun ekonomi di keuskupannya.
“Modal itu seperti modal manusia. Jumlah umat dan paroki yang banyak bisa menjadi kekuatan besar sekali bila memiliki komitmen sama untuk mengembangkan ekonomi ke depan,” katanya.
Lalu, modal fisik atau material. Hal itu berupa tanah dan sumber alam yang melimpah; modal sosial berupa ekonomi solider dalam tradisi keluarga, sosial, kultural orang Manggarai dan kearifan lokal yang selaras dengan spirit ekonomi berkelanjutan.
Dan, terakhir, modal spritual. Yang ini berupa kekuatan iman dan etis kristiani yang menuntun dan menggerakan kehidupan umat di Keuskupan Ruteng ini.
Uskup Sipri mengingatkan semua tentang komitmen dan perjuangan agar seluruh dinamika perekonomian itu kian mensejahterakan umat, mewujudkan keadilan sosial, dan merawat keutuhan ciptaan.
Sebelumnya, Dosen Filsafat Rm. Matias Daven Pr dalam materi berjudul Globalisasi dan Kapitalisme mengingatkan semua bahwa tema yang dibawakannya persis bertentangan dengan prinsip ekonomi berkelanjutan.
“Jika konsep ekonomi berkelanjutan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia (manusia-sentris), maka ekonomi modern berorientasi pada produksi (produksi-sentris),” katanya.
Dikatakan, yang menentukan ekonomi modern bukanlah pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan produksi. Dan perluasan dan pengembangan produksi hanya mungkin jika “budaya” konsumerisme bertumbuh dan berkembang.
Lalu, metode yang digunakan untuk mengembangkan budaya konsumerisme adalah dengan menggunakan teknik periklanan sebagai teknik promosi.
Iklan pada dasarnya merupakan sarana yang efektif untuk mengubah kebutuhan menjadi keinginan atau sarana untuk menimbulkan keinginan di hati setiap calon konsumen terhadap barang dan jasa yang tidak terlalu dibutuhkannya.*
Penulis: Christo Lawudin / Editor: Wentho Eliando