BAJAWA, FLORESPOS.net-Yayasan Arnoldus Wea (AW) Dhegha Nua menginisiasi sebuah kegiatan lingkungan hidup bertajuk “Rao Lawo Ine Menanam Pohon, Merawat Ibu Bumi”.
Pada kegiatan itu Yayasan AW berkolaborasi dengan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Kabupaten Ngada, Langa Trekking Community (LTC), dan Jagatnata. Mereka menanam pohon di Wolobobo, Senin (26/12/2022). Kegiatan itu lancar sesuai rencana, meski rintik hujan.
Arnoldus Wea, Co-Founder Yayasan AW Dhegha Nua mengatakan, Yayasan AW bersama jejaring melaksanakan kegiatan tersebut didasari sejumlah data dan hal.
Dijelaskan, data Earth.org tahun 2021, bahwa setiap menit, hutan seluas 20 lapangan sepak bola ditebang. Pada tahun 2030, planet ini mungkin hanya memiliki 10 persen hutan.
Jika deforestasi tidak dihentikan, semuanya bisa hilang dalam waktu kurang dari 100 tahun. Tiga negara yang mengalami tingkat deforestasi tertinggi, adalah Brasil, Republik Demokratik Kongo, dan Indonesia.
Indonesia sedang berjuang menangani deforestasi. Di level lokal, sumber air semakin berkurang. Supply dan demand sudah tidak seimbang. Air menjadi problem saat ini.
“Di beberapa desa di Ngada, PDAM sudah menetapkan jadwal supply air bersih karena debit air semakin menurun,” papar Arnoldus.
Bumi adalah saudari. Dengannya berbagai kehidupan dan Ibu yang cantik yang selalu membuka tangannya memeluk semua makhluk.
Bumi merupakan akar dan tempat bertumbuh hutan dan pepohonan adalah selimut Ibu Bumi yang menyelimuti dan meneduhkan kehidupan.
Kabupaten Ngada terkenal dengan alam dan lahan yang subur. Menanam pohon, selain untuk konservasi lahan, juga menghindari bencana dan sebagai penyumbang oksigen yang berfungsi menjaga keberlangsungan semua makhluk hidup di muka bumi, khususnya di Ngada.
Penggundulan hutan telah “merobek” selimut Ibu Bumi dan menghilangkan kemampuannya meneduhkan kehidupan. Menanam pohon menjadi salah satu upaya mengembalikan Rao Lawo Ine (Selimut Ibu) agar kembali meneduhkan kehidupan. Untuk itu, menanam pohon mesti menjadi budaya, bukan saja aksi sekali dua kali.
Hutan dan pohon sangat berkontribusi dalam menjaga siklus air. Melalui akar pohon, air diserap kemudian dialirkan ke daun, menguap, lalu dilepaskan ke lapisan atmosfer.
Ketika pohon-pohon ditebang, daerah tersebut akan menjadi gersang dan tidak ada lagi yang membantu tanah menyerap lebih banyak air.
Dengan hilangnya daya serap tanah, akan berimbas pada musim kemarau, yang mana dalam tanah tidak ada lagi cadangan air yang seharusnya bisa digunakan pada saat musim kemarau.
Hal ini disebabkan karena pohon yang bertindak sebagai tempat penyimpan cadangan air tanah tidak ada lagi sehingga akan berdampak pada terjadinya kekeringan yang berkepanjangan dan akan menyebabkan terjadinya penurunan sumber daya air.
“Kita sangat konsen dalam membangun manusia muda NTT. Sebagai anak muda, kita perlu menumbuhkan rasa peduli dan menjadikan kegiatan menanam pohon sebagai trend,” katanya.
Mengutip Santo Fransiskus Assisi, “Our common home is like a sister with whom we share our life and a beautiful mother who opens her arms to embrace us”.
“Inilah alasan utama Yayasan AW menyelenggarakan aksi tanam pohon kali ini,” kata Arnoldus.
“Saya berterima kasih kepada Orang Muda yang sama-sama terlibat. Terima kasih KPH Ngada, LTC, Jagatnata, Ecko yang memfasilitasi, dan Gratian Sawu yang sudah dokumentasikan aksi ini dengan baik. Harapan kami, kegiatan ini berlanjut dan diikuti lebih banyak orang muda, sebagai gerakan massal. Salam, AW!,” tutup Arnoldus.
Tanggapan dan Komentar
Adapun tanggapan dan komenter berkaitan kegiatan tersebut.
Uyun Nabu, perwakilan dari Komunitas Jagatnata bersama 20-an Orang Muda lainnya, yang ikut dalam aksi tanam pohon di Wolobobo mengamini.
Mertin Lusi, aktivis Gereja dan pendiri Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mapala Kampus STIPER Flores Bajawa yang juga ikut menanam pohon di Wolobobo memberi penekanan khusus pada Laudato Si, Ensiklik yang ditulis Paus Fransiskus pada 24 Mei 2015.
“Bagi saya, aksi tanam pohon hari ini merupakan upaya nyata merawat bumi dan mencintai alam. Merawat bumi dan mencintai alam tidak bisa hanya omong-omong saja, hanya sosialisasi dan slogan saja, tetapi harus dengan praktik,” ungkapnya.
Egen Raga, perwakilan Langa Trekking Community (LTC), mengatakan, tanam pohon bukan hal baru, tetapi mulai hilang. Orang Muda bisa jadi role model menanam pohon. Kebiasaan positif ini bisa menjadi populer kembali.
Kegiatan penanaman pohon ini merupakan gerakan bagus untuk membangkitkan kembali budaya menanam pohon. Dengan begitu, kesadaran untuk memelihara lingkungan dapat menjadi kesadaran massal.
“Gerakan menanam pohon boleh digagas oleh segelintir Orang Muda, tetapi kita berharap dampaknya bisa meluas kepada masyarakat umum,” kata Egen Raga.
Rusni Tage mengatakan, “Supaya kamu bisa eksis dan menimati Wolobobo dalam jangka waktu lama, kami pi tanam pohon ujan-ujan”, tulis Rusni Tage, dosen keperawatan dan salah satu konseptor kegiatan-kegiatan Yayasan AW, di dinding facebook-nya.
Sementara Richard Go dan Portaz Da Cruz, mengajak Orang Muda untuk sama-sama bergerak dalam aksi-aksi positif selanjutnya.*
Penulis: Wim de Rozari / Editor: Wentho Eliando